Opini

Dua Gelas Kopi Hitam untuk Pak Presiden

Dua Gelas Kopi Hitam untuk Pak Presiden
Jufri Hardianto Zulfan.
Oleh: Jufri Hardianto Zulfan
 
Hari ini, Negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar dan terluas terasa panas, kesejukan dan rindangnya hutan tropis khas negeri khatulistiwa ini seakan-akan tidak bisa lagi membendung keluh kesah sebagian besar masyarakat Indonesia. Rasa itu datang tidak dengan tiba-tiba, melainkan memang ada pemicu seperti halnya tumpukan dedaunan kering yang hanya tinggal menunggu percikan api untuk segera terbakar dan membara, sama halnya permasalahan yang datang di negara ini semakin lengkap dengan tingkah laku dan ulah para oknum pejabatnya.
 
Pada tahun ini juga telah terjadi demonstrasi besar-besar menuntut keadilan yang menggelorakan warga Negara Indonesia selama tiga gelombang yang dipusatkan di ibu kota Negara, Jakarta pada pertengahan tahun 2016 ini yang dihadiri oleh jutaan umat manusia dari berbagai kalangan yang dalam sejarah peradaban bangsa ini belum pernah terjadi, yang disebabkan oleh ulah oknum pejabat pemerintah. 
 
Di sisi lain, masuknya ribuan warga Negara Cina yang mencari kerja di Indonesia, di antara mereka ada yang punya izin dan ada juga yang illegal, ini semua juga karena kelalailan pejabat negara. Sekali lagi, di sisi lain, tingkat korupsi dalam pemerintahan kita juga belum terselesaikan. Pejabat-pejabat yang molor, dan juga golongan-golongan kepentingan tertentu semakin terlihat saja di tubuh negara ini, baik itu dengan adanya keadaan pemilukada (pemilihan kepala daerah) maupun sikap para elit politisi yang semakin hari semakin membingungkan. Sehingga wajar saja semakin hari semakin terjadi tindak kriminal siang maupun malam di tempat sepi maupun di keramaian yang kesemuanya didalangi oleh perekonomian yang buruk yang dialami oleh masyarakat.
 
Lalu dari semua fenomena di atas siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab atas hal tersebut? Untuk menjawabnya, kita akan merujuk kepada Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tepatnya dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, yang terpenting dalam hal ini adalah apa yang telah ditentukan, di antaranya:
 
a. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat (1) yaitu yang berbunyi “Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dari pernyataan ini jelas bahwa kekuasaan pemerintahan dipegang oleh seorang Presiden.
 
b. Seseorang yang mengatur tata pemerintahan, seseorang yang memegang kendali serta panglima tertinggi Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara. Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 10 menyatakan “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara.” 
 
c. Seseorang yang menyatakan keadaan bahaya atas negara, lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 12 yang berbunyi “Presiden menyatakan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.
 
d. Seseorang yang memiliki kewengan mengangkat duta dan konsul, lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 13 ayat (1) menyatakan “Presiden mengangkat duta dan konsul.”
 
e. Seseorang yang kuasa untuk memberikan grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi, lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 14 ayat (1) dan (2) menyatakan “Presdien memberi grasi dan rehabilitasi  dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dan ayat (2) Presiden memberikan amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
 
f. Seseorang yang dapat membentuk dewan nasehat untuk memberikan pertimbangan dan nasihat kepadanya, lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 16 menyatakan, “Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dengan undang-undang.” 
 
g. Seseorang yang menentukan diangkat atau tidaknya suatu pejabat pemerintahan, lihat Undang-Undang Dasar 1945 bab V tentang Kementrian Negara Pasal 17 ayat (2) “menteri-mentri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.”   
 
Jadi, merujuk pada judul di atas, satu gelas kopi hitam yang pertama supaya presiden tetap fokus dan terjaga karena masyarakat di republik ini telah mempercayakan begitu banyak kekuasaan kepada seorang presiden yang dituangkan dalam bentuk rumusan Undang-Undang Dasar 1945 dan kekuasaan lainnya yang diatur lebih rinci dalam aturan perundang-undangan.
 
Semua kekuasaan tersebut berada dan dimiliki oleh satu orang yaitu presiden. Kekuasaan tersebut sebenarnya terlalu besar untuk mereka yang bersyukur dan kekuasaan tersebut juga begitu kecil untuk mereka yang kufur dan tamak kekuasaan. Kepercayaan tersebut bukan berarti diberikan menjadikan diri presiden sebagai tuan untuk masyarakat melainkan menjadikan presiden sebagai pelayan masyarakat dikarenakan presiden mendapat amanah dari masyarakat tersebut dikarenakan negara kita menganut System Democratische Rechsstaat (Negara Hukum yang Demokratis) dan bukan Absolute Rechsstaat (Negara Hukum dengan Kekuasaan Mutlak Penguasa).
 
Kemudian, satu gelas kopi hitam yang kedua supaya presiden tetap fokus dan terjaga dalam memelihara kepercayaan yang berbentuk kekuasaan yang diberikan tersebut akan diambil kembali oleh masyarakat. Mudah sekali untuk masyarakat umum mengambil kembali semua kekuasaan presiden seperti halnya reformasi yang terjadi pada tahun 1998 hingga1999 yang ditujukan kepada Soeharto yang menjabat presiden waktu itu, dan seharusnya ini menjadi cambuk untuk presiden berikutnya agar sejarah jangan sampai terulang untuk kedua kalinya. Mudah sekali untuk masyarakat umum meminta kepada parlemen dalam hal ini adalah MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) untuk merubah (Amandemen) isi konstituti kita, baik itu berupa pengurangan kekuasaan yang dimiliki presiden maupun memberhentikan presiden tersebut.
 
Oleh karena itulah penulis menyuguhkan Dua Gelas Kopi Hitam ini yang harus diminum oleh seorang presiden secara langsung dan secara bersamaan tanpa memisahkan dan mendahulukan antara kopi hitam gelas pertama dengan kopi hitam gelas kedua, agar siapapun yang menjadi presiden di negeri ini menggunakan kopi hitam yang pertama dalam bentuk kepercayaan dengan sebaik-baiknya, mementingkan kepentingan publik, melayani rakyat dan memastikan rakyatnya dalam keadaan sejahtera bidang perekonomian, sejahtera bidang pendidikan, sejahtera bidang kesehatan.
 
Dan juga, menggunakan kopi hitam yang kedua sebagai cambuk pengingat diri bahwa tugas yang diamanahkan tersebut bisa saja diambil kembali oleh masyarakat jika tidak dikerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 9 ayat (1) Presiden dan Wakil Presiden bersumpah “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presidn Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturanya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada  Nusa dan Bangsa.” Sumpah inilah yang akan dibawa dan dipegang teguh oleh seorang presiden di manapun dan dalam kondisi apapun. Terakhir, penulis simpulkan, “kebijakan yang benar-benar bijak hanya akan lahir kemudian berkembang hanya dari pemimpim yang benar-benar bijak pula.” ***
 
 
Jufri Hardianto Zulfan. Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau.
 


Berita Lainnya

Index
Galeri