Resensi Buku Pride and Prejudice

Kritikan Terhadap Pernikahan dan Tata Krama

Kritikan Terhadap Pernikahan dan Tata Krama
Buku Pride and Prejudice karya Jane Austen.
Judul buku: Pride and Prejudice
Penulis: Jane Austen
Tahun terbit: Edisi kedua, cet.1, Desember 2014
Penerbit: Qanita
Jumlah halaman: 588  halaman 
ISBN: 978-602-7870-84-0
 
KRITIKAN TERHADAP PERNIKAHAN DAN TATA KRAMA
Oleh: Zurnila Emhar Ch
 
SEPERTI halnya kebanyakan ibu, Mrs. Bennet juga menginginkan putri-putrinya memiliki masa depan yang cerah, menjadi istri yang bahagia. Standar yang diinginkan Mrs. Bennet untuk calon menantunya bukan hanya tampan, dan baik namun juga kaya raya. Karena itulah, begitu mendengar kedatangan seorang pemuda kaya raya di Netherfield Park, Mrs. Bennet meminta suaminya untuk mengunjungi dan berkenalan dengan pemuda itu. Mrs. Bennet sangat berharap Bingley –pemuda itu- kelak akan tertarik dengan salah seorang anaknya dan menikahinya.
 
Pertemuan yang diidamkan Mrs. Bennet pun menjadi kenyataan. Jane Bennet berkesempatan untuk berdansa dengan Bingley pada pertemuan pertama mereka. Jane dikenal sebagai gadis tercantik dan ramah di wilayah tempat tinggal mereka. Pembawaan Bingley yang hampir mirip dengan Jane Bennet dalam keramahan, kesopanannya membuat Mrs. Bennet terus mendorong Jane agar bisa dekat dengan Bingley. 
 
Dalam perkenalannya dengan warga setempat di acara dansa, Bingley membawa serta saudara-saudara perempuannya dan sahabatnya, Darcy. Pemuda itu tampil lebih menawan daripada Bingley. Dia lebih jangkung dan tampan, apalagi dia juga lebih kaya.  Namun keengganannya berbaur dengan penduduk setempat membuatnya dinilai angkuh dan berperangai buruk. 
 
Bahkan usulan Bingley agar dia mengajak Elizabeth Bennet untuk berdansa ditampik Darcy dengan sinis. “Dia lumayan, tapi tidak cukup cantik untuk membuatku terpikat; aku sedang malas untuk beramah-tamah dengan gadis-gadis yang tidak diminati oleh pria-pria lain.” (hal. 20)
 
Persahabatan antara Bingley dan Darcy tergolong unik. Sifat mereka jauh berbeda. Tapi Darcy menyukai keramahan, keterbukaan dan keluwesan Bingley meskipun sifat itu tidak ada pada dirinya. Dan Bingley menyukai ketegasan dan ketajaman pemikiran Darcy. Dalam hal pemahaman tidak ada yang bisa mengalahkan Darcy. Walaupun Bingley tidak bodoh, namun Darcy sangat pintar. Pada saat yang bersamaan dia juga arogan, dingin, dan pemilih. (hal. 27)
 
Jika hubungan Jane dan Bingley terus berkembang, maka kebencian Elizabeth terhadap Darcy juga begitu. Kesan pertama yang menjengkelkan tentang Darcy terus tumbuh di kepalanya. Ditambah lagi dengan penilaian ibunya yang juga terang-terangan tidak menyukai Darcy. 
 
Namun setelah beberapa kali bertemu, Darcy justru mulai tertarik pada Elizabeth. Watak Elizabeth yang tidak selembut kakaknya malah menjadi daya tarik tersendiri bagi Darcy. Di matanya, Elizabeth memiliki kecerdasan yang istimewa. Dia seorang gadis yang tegas, feminis, ceria sekalipun mudah berprasangka. Berbeda dengan Jane yang ramah, pendiam dan hampir selalu berprasangka baik.
 
Penilaian buruk Elizabeth terhadap Darcy makin diperparah dengan kedatangan Wickham. Prajurit itu merupakan putra dari pelayan ayah Darcy. Pada seluruh anggota keluarga Bennet, Wickham menceritakan segala kepahitan hidupnya yang disebabkan oleh keangkuhan Darcy. Selain Jane, semua anggota keluarga Bennet makin membenci Darcy. 
 
Namun kebencian Elizabeth itu perlahan memudar ketika hubungan Bingley dan Jane yang diharapkan langgeng menuju altar pernikahan berantakan. Dalam suratnya pada Elizabeth, Darcy menjelaskan alasan Bingley meninggalkan Netherfield dan secara tiba-tiba. Sebuah alasan yang tidak bisa dibantah oleh Elizabeth yaitu kerakusan ibu dan adik-adiknya terhadap harta Bingley.
 
“Keadaan keluarga ibumu, meskipun cukup memberatkan, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kehausan akan harta, yang hampir selalu ditunjukkan ibumu dan ketiga orang adikmu, dan kadang-kadang bahkan oleh ayahmu, dalam berbagai kesempatan.” (Darcy – hal. 302)
 
Di dalam surat yang sama, Darcy juga menjelaskan tentang hubungannya dengan Wickham. Prajurit yang merupakan anak baptis ayahnya tersebut merupakan seorang penipu yang boros dan juga gemar berjudi. 
 
Isi surat Darcy tersebut pun terbukti ketika Wickham membawa Lydia Bennet kawin lari. Mereka pindah dari satu tempat ke tempat yang lain dan meninggalkan banyak hutang.
 
Novel Pride and Prejudice ini menggambarkan tentang kehidupan masyarakat Inggris abad ke-19.  Pada masa itu kebanyakan orang akan memilih pasangan untuk menikah berdasarkan kekayaan dan status sosial. Ini tercermin jelas bukan hanya dalam sikap Mrs. Bennet dan adik-adik Elizabeth, tapi juga dalam pernikahan Mr. Collins dan Charlotte Lucas. Begitu pula dengan alasan Lady Catherine menolak gadis yang ingin dijadikan Darcy sebagai istrinya. 
 
Selain itu, ternyata sikap seorang gadis yang bersedia diajak kawin lari juga mendapat sorotan masyarakat kala itu. Sebagian besar masyarakat menganggap itu sebagai aib, walau mereka akan melupakannya dengan cepat. Pandangan itu disampaikan langsung oleh Mr. Collins, sepupu Mr. Bennet, yang merasa ikut malu dengan tingkah Lydia. Begitupun dengan putri-putri Bennet yang lain. Mereka turut menyesalkan langkah yang telah diambil saudari mereka.
 
“… norma yang telah hilang dari diri seorang wanita tidak akan mungkin bisa kembali; bahwa  satu kali salah langkah akan berakibat pada kehancuran tanpa akhir; bahwa reputasi tidak kalah penting dari kecantikan; dan bahwa tidak ada salahnya kita menjaga perilaku kita dari lawan jenis kita.” (Mary – hal.431)
 
“…betapa kecilnya kebahagiaan abadi yang bisa dihadirkan oleh pasangan yang hanya disatukan oleh gairah yang lebih membara daripada akal sehat mereka.” (Elizabeth – hal.466)
 
Membaca keseluruhan isi novel ini, pembaca bisa merasakan kritikan tajam sang pengarang tentang kebiasaan masyarakatnya dalam persoalan pernikahan. Bahkan pengarang juga mengkritik sikap gadis-gadis genit lewat pandangan Elizabeth. Gadis itu menyampaikan keberatannya atas sikap ayahnya yang acuh tak acuh dengan tingkah adik-adiknya ketika bergaul dengan pria. 
 
“Bukan itu maksudku, Papa. Aku tidak mengalami kerugian apu pun gara-gara Lydia. Bukan sesuatu yang khusus yang sedang kukeluhkan, tapi pandangan umum masyarakat. Kedudukan kita, kehormatan kita di dunia ini tidak boleh ternoda oleh perilaku liar dan sembrono yang selalu ditunjukkan oleh Lydia. Maafkan aku karena harus berterus terang. Kalau Papa tidak mau bersusah payah memberikan teguran tentang semangatnya yang terlalu berapi-api, dan menasehatinya bahwa sesuatu yang dikejar-kejarnya saat ini tidak akan berarti bagi kehidupannya, tak lama lagi dia akan semakin sulit bertata karma. Dia akan menjadi liar, dan pada umur enam belas tahun, dia akan menjadi gadis tergenit yang lihai mempermalukan dirinya sendiri dan keluarganya. Kegenitannya adalah jenis yang terburuk karena dia akan menggoda siapa pun yang ditemuinya.” (Elizabeth – hal.350)
 
Sebagai novel terjemahan, bahasa novel ini mudah dipahami. Alur yang dirangkai pengarang pun terurai dengan manis. Keangkuhan yang sama-sama dipertontonkan Elizabeth dan Darcy terasa menarik manakala disandingkan dengan rasa tak nyaman Elizabeth dengan sikap dan pandangan ibunya. Begitupun dengan sikap Darcy terhadap Miss. Bingley yang juga sering merendahkan Elizabeth.
 
Hanya saja ada bagian yang terasa membosankan; yaitu tentang kehadiran tokoh Mr. Collins yang banyak bicara dan sok bijak. ***
 
 
 
ZURNILA EMHAR CH; menulis cerpen, sajak, esai dan resensi. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media dan antologi.
 


Berita Lainnya

Index
Galeri