Retribusi Sampah di Pekanbaru Belum Maksimal

Kepala DLHK Pekanbaru Bingung Target Retribusi Sampah Terlalu Tinggi

Kepala DLHK Pekanbaru Bingung Target Retribusi Sampah Terlalu Tinggi
Ilustrasi (net)

PEKANBARU - Retribusi sampah di Kota Pekanbaru sampai kini belum maksimal. Pengelolaan sampah sendiri saat ini masih pegang Lembaga Keswadayaan Masyarakat Rukun Warga (LKMRW) pasca kerjasama dengan pihak ketiga diputus.

Selain LKM RW, Pemerintah Kota (Pemko) Pekannaru juga menugaskan personil dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan untuk memungut retribusi sampah. Aturan soal pembangian tugas masing-masing juru pungut sudah dibuat Pemko. 

Tugas DLHK memungut retribusi sampah di ruko, komplek pertokoan, perkantoran dan pasar. Sedangkan untuk LKMRW, diberi wenangan untuk menarik retribusi sampah di wilayah pemukiman warga.

Meski sudah dibentuk petugas, nyatanya pemungutan retribusi sampah juga dinilai belum maksimal, khususnya petugas dari LKMRW. Kondisi inilah yang membuat realiasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi sampah masih belum maksimal.

"Saat ini ada 617 LKM RW, hanya 150 an yang aktif melakukan pemungutan. Jadi masih banyak yang belum maksimal," kata Kepala DLHK Kota Pekanbaru, Zukfikri di Pekanbaru, Selasa (12/9/2017).

Diakuinya, masih banyak potensi retribusi sampah yang tidak bisa digarap secara maksimal. Sebab, kata dia, masih ada tarik ulur kepentingan soal pemungutan retribusi ini.

"Makanya ini akan kita rangkul lagi seperti apa hitung-hitunganya. Kita ingin semua LKMRW bisa bekerja sama dengan maksimal," ujarnya.

Ditanya berapa retribusi sampah yang digarap LKM RW selama ini, ia mengaku belum tahu angka pasti. Tapi, jika dipersentasekan dengan DLHK, angkanya masih jauh lebih rendah.

"Sampai sekarang retribusi kita sudah sampai Rp2,5 milliar itu hasil dari retribusi yang dikumpulkan oleh petugas DLHK dan LKM RW," ujarnya.

Realisasi retribusi sampah dipastikan akan jauh dari target sebesar Rp40 miliar. "Sampai akhir tahun kita targetkan realisasinya sekitar Rp4 sampai Rp5 milliar lah,"katanya.

Faktor rendahnya retribusi juga lantaran ada beberapa potensi wajib retribusi sampah yang keberatan untuk membayarkan. Salah satunya adalah klinik dan praktek dokter. Sebab sesuai peraturan daerah, untuk tempat praktek dokter dan sejenisnya di kenakan biaya retribusi sampah sebesar Rp3 juta perbulanya.

"Mereka keberatan. Jangankan Rp3 Juta, Rp 300 ribu saja mereka keberatan. Makanya banyak potensi retribusi itu yang tidak bisa direalisasikan," jelasnya.

Ia juga mengungkap, sejak Januari lalu, DLHK sudah menerima sedikitnya 350 surat masuk dari masyarakat yang mengajukan keberatan membayar retribusi sampah. Keberatan itu disampaikan karena masyarakat menganggap terlalu mahal.

"Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Karena itu sudah diatur di dalam Perda. Kalau mau diubah tarifnya berarti kita harus mengubah Perda. Itu kan butuh dana dan waktu yang tidak sebentar," jelasnya.

Masalah lain, target retribusi sampah mencapai Rp40 miliar itu dianggap terlalu tinggi. "Saya juga bingung, angka Rp40 miliar itu didapatkan dari mana. Saya kan masih baru duduk (menjadi kepala DLHK) disini," kata dia.

Lanjutnya, DLHK juga sudah melakukan uji sampel di kecamatan Sail untuk membukti perhitungan potensi retribusi sampah tersebut. Hasilnya, ternyata potensi yang ditetapkan sebelumnya dengan hasil perhitungan di lapangan jauh berbeda. Nilainya hanya separuh dari target.

"Dari target Rp300 juta di kecamatan Sail, setelah kita lakukan survei langsung ke lapangan ternyata potensinya hanya sekitar Rp150 juta. Itu baru satu kecamatan yang kita lakukan survei. Jadi kita juga bingung, angka Rp40 milliar itu dapat dari mana dan siapa yang menghitungnya," imbuhnya. (das)


Berita Lainnya

Index
Galeri