Puisi-puisi Budi Saputra

Anak Pulau Kijang, Bagian Perjalanan Pasir Panjang, Yang Berdiri di Bawah Terang Bulan

Anak Pulau Kijang, Bagian Perjalanan Pasir Panjang, Yang Berdiri di Bawah Terang Bulan
Ilustrasi. (Jonathan Solter/rebloggy.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Anak Pulau Kijang
 
Kita menemukan Kiki di dalam sebuah musim dengan angin kering 
yang bertiup di Galang. Pelabuhan ke Moro yang sepi, hujan turun
sebentar mirip lelehan selai sarikaya di sepotong roti. Pagi-pagi
benar, ia telah menangkap kalajengking dengan tangan yang terberkahi
dari badannya yang bongsor itu.  Tak lebih. Tak lebih besar dengan 
kalajengking di pabrik bata yang ia temukan di Bumi Melayu. 
 
Ia anak Pulau Kijang yang telah yatim piatu, katamu. Jangan 
remehkan, meski membaca kitab masih dieja satu-satu.  
Jalannya cepat. Tubuhnya pengangkut beban dengan segala alat
dapur dan rempah-rempah yang dipapah di bahu 
 
Kita menghidangkan sebuah pagi tanpa lelehan mentega dan didih 
minyak zaitun di Sijantung. Jalan menuju kamp-kamp pengungsian 
Vietnam lebih mirip rumah hantu pukul dua pagi dengan 
pengunjung berhamburan. Kemana Kiki? Kemana Kiki menghilang 
dengan karibnya yang bersuara besar itu? Katamu, itulah tabiatnya. 
Biarkan ia kelilingi ini pulau dan mendatangi setiap pintu. 
 
Gulai nangka di beranda masjid hendak dihidangkan. Girang 
anak-anak ke sekolah bagai mekar putik jambu di jalan beton 
yang belum lama dicor. Dan kau bergumam, apakah Kiki kembali 
memberikan bajunya seperti saat memberikan bajunya untuk 
bangkai sesekor kucing milik seorang  Nasrani yang ditabrak lari?   
 
Kita menemukan Kiki di dalam sebuah musim  dengan angin kering 
bertiup di Galang. Pelabuhan ke Moro yang sepi. Sebuah kalam 
di dada, yang dibawa setiap sore hari oleh anak-anak mengaji.
 
Batam, 2016
       
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri