Kenapa Prabowo-Sandi Ingin Hapus UN? Ini Penjelasannya

Kenapa Prabowo-Sandi Ingin Hapus UN? Ini Penjelasannya

JAKARTA - Wacana penghapusan Ujian Nasional (UN) di sekolah yang wacanakan pasangan calon (paslon) presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menuai pro dan kontra. Pasalnya, sejak 2015, hasil UN memang tidak menjadi penentu kelulusan para peserta didik.

Namun, Koordinator Jubir Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak memaparkan beberapa alasan kebijakan tersebut relevan untuk anak sekolah. Meski tak menjadi penentu kelulusan siswa, sebagian siswa masih merasakan bahwa UN dinilai tidak menggembirakan.

“UAN sangat tidak menggembirakan dan sering kali menjadi beban bagi anak-anak didik kita. Anak didik kita stres ketika jelang UAN. Banyak kali kasus begitu. Kita ingin menghadirkan pendidikan yang menggembirakan, mencerahkan, dan memajukan,” kata Dahnil di Kantor Media Center Prabowo-Sandi, Jakarta, Senin (18/3/2019).

Selain alasan tersebut, praktik pelaksanaan UN sekolah dinilai sering diwarnai kecurangan para peserta didik. Mirisnya, praktik ini kerap kali dilakukan masif pada beberapa sekolah di Indonesia.

“UAN sering kali menjadi ajang demonstrasi ketidakjujuran secara massal. Ini bahaya. Karena itu, UN harus kita hapus untuk menghilangkan demonstrasi ketidakjujuran yang massal. Ini tidak mencerahkan dan memajukan sama sekali,” terangnya.

Menurut dia, tradisi dan budaya yang ingin dibangun Prabowo-Sandi itu adalah budaya jujur dan integritas tinggi. “Salah satunya kita ingin mengurangi semua instrumen yang membuat orang melakukan demonstrasi ketidakjujuran di sekolah,” sambungnya.

Terkait mengukur kualitas para pelajar, dia akan berkoordinasi dengan Badan Akreditasi Nasional dan Daerah untuk mengukur kualitas sekolah. Dalam hal ini, seluruh sekolah diharapkan memperkuat otonomisasinya untuk meningkatkan mutu dalam penelusuran minat dan bakat siswa.

“Jangan sampai standar anak-anak pintar adalah mereka yang literasi matematikanya tinggi. Literasi bahasanya tinggi. Tidak semua orang begitu. Ada yang pintar seni, ada yang pintar olahraga, sains, dan sebagainya. Pendidikan itu harus menggembirakan dan memajukan. Jangan ada stigma-stigma yang membuat anak kita tidak gembira,” tuturnya.

Dahnil menambahkan, negara-negara yang memiliki indeks pendidikan maju pun tidak pernah memberlakukan UN di negaranya. Karenanya, kata dia, penghapusan UN dinilai sangat relevan.

“Negara yang tidak lagi menggunakan ujian-ujian seperti UN sebagai standar seperti Finlandia, Swedia, Norwegia. Mereka menggunakan pendekatan itu (minat dan bakat). Nah juga ada yang tanya, ini SMK dini dong? berbeda, ini bukan vokasi. Tapi memang pendidikannya sudah diarahkan dan konsepsi besarnya menggembirakan dan mencerahkan,” pungkasnya.


Berita Lainnya

Index
Galeri