PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Salamander
aku ingin abadi
di dalam api
hanya dalam api
tidak dalam dunia
tidak surga
tidak pula neraka
dan tubuhku
yang terlampau
gemetar
sebentar lagi
akan lebur
seperti matahari waktu
seperti ketika para wali
dipenuhi cinta
dan tak lagi sanggup
mengucap aku
sebagai aku
aku telah musnah
sejak semesta penuh
dengan
entah Siapa?
mungkin firman
yang dulu
pernah jatuh
di kening keheningan
seperti tak pernah
cukup
menjelaskan
kenapa aku tidak
menjadi aku
dan tidak pula
disebut aku?
kabarnya, aku telah
menjadi engkau
sedang engkau
(dalam kesadaranku)
tidak juga menjadi aku
aku terlampau dingin
lebih dingin dari angin
dari hujan
untuk menjadi apa
dan siapa
aku hanya ingin hidup
dalam api
hanya dalam api
dalam cahaya
cukup dalam nyala
Dungkek, 2016
Kuda Phoebus
dewa telah bangkit
dan kereta langit
telah berangkat
menapaki laut,
bebukit hikayat
dan alam semesta
yang sengkarut
orang-orang bekerja
seperti dewa-dewa
yang berkerja
menyeduh pagi
dengan hangat kopi
mencari yang abadi
pada sebentuk ilusi
menyanyi di gereja
menari di candi-candi
dan meniru pecinta
yang gila
dengan api menyala
pada ujung mata
dewa telah bangkit
dan kereta langit
telah berangkat
sedang manusia bejat
berjalan
menyusun rubaiat
dan muslihat
gelap dunia ini
dan betapa ular telah hidup
pada batang pohon
sejak hawa sanggup
merayu perjaka
pertama di surga
dan betapa dosa
adalah tentang
sesuatu
yang tertuang dari bibir
ke bibir
dalam anggur
dan malam
yang berpendar samar
dari kamar
dan lendir pada sampir
membentur luas dada
api mata
dan desah udara
yang tak rata
aku menakaliMu
Kau menakaliku
Dungkek, 2016
Patung Kuda Kayu
sebelum akhirnya kuda
beku di jalan-jalan kota
akar-akar pohon tua
menyusun diri
dari ratusan ilusi
lengan yang tersembunyi
di punggung kuda
kitab suci di bawa
dari timur pagi ke barat senja
yang merah tembaga
di punggung kuda
kereta sepi membelah kota
mencari siapa saja
yang hendak menjadi maria
bagi dunia
menjadi puisi bagi semesta
kekasih yang disalib rindu
dan dendam peluru yang buta
Kutub, 2016
Rokok Tembakau
aku terasing dari bibirku sendiri,
kata bigul di beranda
setiap orang melinting nasibnya sendiri-sendiri.
nasib mereka berjatuhan satu-persatu
mereka memungutnya kembali
seperti memungut pecahan waktu
yang berserakan di lantai
dan koran pagi
di mana nasibmu, aku ingin minta
sejumput dari nasibmu?
melinting sebagaimana kau melinting
menikmati sebagaimana kau menikmati
membakar sedikit ujungnya
dan mengepulkannya ke udara berdebu
Kutub, 2016
Desember
desember tidak pernah tua
desember selalu muda seperti januari
di konya, desember berpesta
menari di tengah titik paling sunyi
menyangkal kuda waktu
mengelilingi matahari dengan cinta
melumpuhkan kedip mata ibu semesta
agar rindu tidak pernah pergi
desember tidak pernah tua
desember hidup abadi
selagi kau meneguk anggur cinta
selagi kau manari tanpa henti
Kutub, 2016
