Puisi-puisi Sami’an Adib

Clurit Terakhir, Kembara, Di Rosalina Delapan Citra Husada, dan 2 Puisi Lainnya

Clurit Terakhir, Kembara, Di Rosalina Delapan Citra Husada, dan 2 Puisi Lainnya
Ilustrasi. (Alicia Dunn/ugallery.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Clurit Terakhir
               :d. zawawi imron
 
Pada sebilah clurit mereka asah dendam
runcingnya meradang ke segala penjuru pandang
entah sesiapa yang memulakan
dendam berotasi dalam lingkar kebencian
tak ada sesekat pun sisa ruang
bagimu—juru runding yang sengaja datang
menghembuskan semilir angin perdamaian
 
tetapi tetap saja mereka menolak kedatanganmu
padahal benang sutra yang hendak kausulamkan
pada perca yang dengan pongah mereka serakkan
masih menjuntai di genggaman tangan kananmu
 
mereka membiarkan nyala nyalinya terus berkobar
menjelmakan diri sebagai komunitas manusia bar-bar
bangga menyaksikan para pecundang terkapar menggelepar
hingga di suatu kegetiran paling nyeri mereka terdampar
 
pada runcing sebilah clurit darah sesal mengalir 
deras membanjiri akar-akar pohon peradaban
mereka yang tadinya meliarkan dendam dan kebencian
berbondong-bondong menampung luruhan embun doa
yang diam-diam kaupercikkan di pucuk daun-daun asa
bersama rinai cinta para sufi sehabis meruah dzikir
 
setelah secawan embun tertampung
dan luka-luka pun rampung terbasuh  
mereka ramai-ramai ke tengah kampung 
mengubur clurit terakhir yang berlumur darah
 
Jember, April 2016
 
 
 
Kembara  
 
bagaimana kembara ini akan rampung
bila setiap langkah selalu terserimpung
pada jerat sanjung di setiap kemenangan
padahal kemenangan sebatas torehan kenangan
 
kenangan hanya mengarak kita ke alam bayangan
serupa kelebat asing bergentayangan di cekam malam
menggores garis batas pada nyali para pemberani
 
nyatanya nyaliku selalu nyala
mengacungkan sebilah cahaya
sebelum memecah celah rahasia:
jalan menuju Sang Pengendali Segala
 
tapi aku manusia biasa
kadang terkekang ragam kendala
kadang gagal menahan kendali
bahkan terjebak dalam pusaran birahi
menjelma kumbang pada kelopak kembang
yang senang mendulang riang
 
setiap kembara mesti ada ujungnya
meski tak pernah tahu di musim mana
menemukan cahaya cerlang
tempat meditasi paling tenang
sebelum abadi mencumbui bidadari
 
Jember, 2016
 
 
 
Di Rosalina Delapan Citra Husada
               :ahmad abyan aunil haq
 
Menemanimu seakan aku terseret ke pusaran halimun
asing dan penuh ilusi
ada derap kereta dengan kusir berwajah sangar
ada kelebat malaikat memegang gada api dan cemeti petir
ada juga sejumlah bidadari berwajah pualam 
menjinjing sekeranjang kembang beraroma rindu
tapi entah ke mana semua menghilang
sebelum engkau kupapah pulang
 
Membawamu pulang serasa diri bebas dari dera duri
damai dan penuh asa
bisa menyemai doa sebelum menuai cinta
bisa menyimpan nyeri demi menguak rida ilahi 
bisa juga menahan perih duka sebelum hikmah bertahta
memandumu ke singgasana paling sahaja 
menjadi manusia tegar tanpa air mata
meski seribu sembilu masih terus menyayat luka
 
Jember, Agustus 2016
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri