Puisi-puisi Vita Fulla Mayliya

Hai Bunda, Merangkai Kata, Sesal yang Mengusik, Mengapa, Ingatkan Kisah

Hai Bunda, Merangkai Kata, Sesal yang Mengusik, Mengapa, Ingatkan Kisah
Ilustrasi. (Bismarck North Dakota/nicolegagner.wix.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Hai, Bunda
 
Inginku selalu sebut namanya,
namun kini harusku membisu
Walau hanya nama yang kumiliki
Hadirnya bahkan tak berkalbu
Ingin kunikmati, peluk hangatnya
Tetapi, untukku telah berlalu
Sapa sosok yang tak lagi di sini
Senyum yang tak lekang waktu 
Tengok kembali hari bersamanya,
kehadirannya yang semu
Hari yang dilaluinya dalam sepi
Masa – masa yang terlewat olehku
Sering kulihat dirinya
Mata yang menatap sendu
Senyum polos ini coba hampiri
Berharap usir gundah lagi lesu
Bolehkah kupanggil namanya?
Dalam sepi pekat sendiriku?
Saat renung, sedih, sesak hati?
ketidakmampuanku membalik waktu
Hai, bunda
Aku sangat merindukanmu
Ku tahu tak boleh ku berandai
Tak bolehkah ku hanya mengenangmu?
Hai, bunda
Kuharap kau selalu tahu
Betapa ingin kuhapus sedih di hati
Tunjukkan besar kasih sayangku padamu
Hai, bunda
Kutahu kau selalu menunggu,
hadirku yang tak berarti
Aku tahu bukan maumu
Untukmu tinggalkanku dalam fana
Aku akan terus meniti
Mimpi yang kukisahkan padamu
Hai, bunda
Janganlah sedih merundungmu
Aku memang tak bisa berjanji
Tapi, kau lebih mengenalku
Hai, bunda
Tersenyumlah dalam tidurmu
Meski air mata pasti terurai
Aku takkan melepas mimpiku
 
 
 
Merangkai Kata
 
Ku tak pandai berdalih
Dalam waktu ku teralih
Ku tak dapat memilih
Dalam sukar berganti silih
Bibir ini terkunci fasih
Kata yang tak teruntai kasih
Simpan pendam segala risih
Diriku yang akhirnya tersisih
Nanar kata yang tertatih
Rangkai kata tak terlatih
Ucap terurai letih
Mengukir hitam di atas putih
Hati berkecamuk pedih
Tatap kata tumpang tindih
Duduk kata beserdih
Mengusir risau nan sedih
Maaf terungkap lirih
Terima kasih terkata pamrih
Cinta tergolek perih
Kata makin terkatung mirih
Rangkai kata tertagih
Hati kian meligih
Kata tetap conggah-canggih
Kataku tetap kucoba mengagih
 
 
 
Sesal yang Mengusik
 
Diamku bersandar
Menari bersama penat
Masihku tersadar
Irama penuh hujat
Kutatap jauh, hambar
Kurasa tatap benci terpahat
Tempatku tak tertukar
Meski kuharap sesal tak mengikat
Bukan pilihan yang sukar,
tapi aku tak berpegang erat
Akhir yang mengantar,
membuatku kembali berkutat
Kelabu telah mengakar
Sesal yang mengusik telah berkarat
Maaf yang tak mampu terlontar
Ucap kisah yang tak sempat
Kini tangannya telah terkapar
Kuhampiri dengan tatap sarat
Kurasa gentar
Sesal tak hanya mengusik sesaat
Aku masih bersandar
Segala ketertinggalan yang teringat
Detik – detik terlewat yang pudar
Seolah akan selalu melekat
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri