PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Merdeka dan Kemerdekaan
sebab … kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa ….
puluhan tahun silam
mengental di setiap syaraf
darah yang telah mengucur, mengering
dan tulang-tulang putih pun
telah menyatu tanah
menjadi debu angin
kemudian kata merdeka
disemayamkan
dalam prasasti sejarah
hingga kemerdekaan menjelma
dan … oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan ….
merdeka suara, kemerdekaan suara
suara merdeka, suara kemerdekaan
merdeka dan kemerdekaan
menggelinding
bagai bola-bola gelombang
terhanyut arus
di manakah jarak antara laut dan sungai bisa bertemu
atau dipertemukan
ada kapal terkadang memalingkan haluan
sebab nakhoda tak menyetir
dan airmata hanya menjadi air dan mata
tumpah semata airmata
laut menjadi merdeka
sungai menjadi kemerdekaan
dan … telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu kemerdekaan …
mencari dan menapaki jejak diri
melupakan luka
di antara tangis dan darah
merentang kapal-kapal
pada tambatan pelabuhan
yang selalu melambaikan kerinduan
kedamaian
kebersamaan
dalam kedaulatan
dalam keadilan
yang hakiki
karena kita bisa
dan pasti
karena kita merdeka
karena kita ada dalam alam kemerdekaan
memerdekakan ibu pertiwi
dalam sejarah yang melukiskan senyum damai
menautkan laut dan sungai
menuju sebuah dermaga cahaya.
Pagatan, 18-08-2016 #11.16#
Kita Yang Menyudahi
kian waktu
kian deru
kian mendebu
jalan-jalan dan gang menuju
pun kian meramu
tatap membuka bisu
hutan-hutan limbubu
sawah-sawah dan lading membatu
sungai-sungai terkelu
serba aroma menyerbu
menyesakkan paru-paru
cahaya di atas kepala mengabu
memburam kaku
lagu pun menjadi semu
Kita saja lagi yang menyudahi ragu
Membuka pintu
Banjarmasin, 28-08-2016 #11.36#
Hanya Sebait Kata
perempuan-perempuan itu lunglai
menggerus airmata
menghanyutkannya pada puing-puing
yang katanya angkara, bermatakan satu
bocah-bocah cuma ikut meronta
karena buku dan seragamnya tak berupa
sementara lelakinya; tulang-tulangnya telah remuk redam
tak ada lagi daya
seakan doa tak lagi didengar tuhan
semua tergadai dalam reruntuhan;
jiwa kaku dan beku
telah terbekap
di antara pagar tirani
‘Lebih baik aku dibakar gunung meletus atau dikaramkan oleh tsunami sekalipun, sebab aku dan perempuanku dan bocah-bocahku masih bisa kembali pulang’
dan airmata itu hanya sekedar sebuah tumpah
nyanyian rindu pun makin sumbang
mencoba menata ulang helai-helai dedaunan luka
sebab reranting tak lagi berakar
suara membatu pualam
tersedak rasa
‘Inikah negeriku tempat berpijak, duhai ibu duhai merdeka duhai kemanusiaan duhai kebebasan duhai pohon pepohonan duhai cahaya yang semata memancarkan cahaya?’
‘Aku hanyalah sebait kata yang tak mampu merangkai kalimat !’
Banjarmasin, 28-08-2016 #22.39#
