Resensi Buku Gloomy Gift

Prahara dari Dendam Masa Lalu

Prahara dari Dendam Masa Lalu
Buku Gloomy Gift karya Rhein Fathia.
Judul buku: Gloomy Gift
Penulis: Rhein Fathia
Tahun terbit: Maret 2015
Penerbit: Bentang
Jumlah halaman: 284 halaman 
ISBN: 978-602-291-089-3
 
Prahara dari Dendam Masa Lalu
Oleh: Zurnila Emhar Ch
 
“Hidup tidak semenyenangkan itu, Sahabatku Zeno. Sama tidak menyenangkannya seperti di panti asuhan tempat kita berasal dulu.” (hal.61)
 
KARA Arkana tidak pernah membayangkan sekali pun jika di hari pertunangannya akan terjadi kekacauan. Apalagi ada suara letusan senjata api. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapinya. Beberapa orang menyerbu rumahnya dan melepaskan tembakan. Mereka mencari Zeno, tunangannnya. 
 
Tanpa mengerti apa yang terjadi Kara juga ikut terseret dalam kasus itu. Dia melompat dari lantai dua rumahnya guna menyelamatkan diri. Kabur dari pengejaran dengan memakai kebaya dan celana piyama.  
 
Selama ini Kara hanya mengenal Zeno sebagai pria yang tak banyak bicara dan terlihat judes pada orang lain. Sikapnya yang tegas dan sorot mata yang kadang terlihat mengintimidasi membuat banyak orang segan padanya. Namun di balik semua itu Kara tahu Zeno adalah sosok penyayang keluarga. Bisa tertawa lepas, bercanda dan hangat kepada orang-orang terdekatnya. (Hal. 29)
 
Namun penyerbuan yang terjadi di rumahnya membuat Kara jadi bertanya-tanya; siapakah Zeno sebenarnya? Kara juga makin dibuat bingung dengan telepon seorang kliennya yang menjelaskan siapa Zeno.
 
“Demi kebaikanmu, aku hanya ingin memberi tahu rahasia kecil, Nak.” Suara Raymond berubah dalam dan serius, nadanya seperti prihatin campur gelisah. “Zeno Ramawijaya, tunanganmu tercinta itu…,” ada jeda sejenak, pria itu seolah ingin menekankan bahwa yang akan ia sampaikan merupakan berita sangat penting, “… seorang pembunuh. Dia membunuh putraku.” (Hal.43)
 
Kata orang, menjelang pernikahan  akan ada banyak kendala dan masalah yang datang. Begitupun dengan sifat yang semula tak tampak dari pasangan akan mulai kelihatan secara perlahan.
 
Itulah yang dialami Kara. Setengah jam setengah acara pertunangannya, apa yang disembunyikan Zeno selama ini mulai kelihatan. Selama berpacaran Kara hanya mengenal Zeno sebagai seorang arsitek. Namun di hari pertunangannya sebuah peluru nyaris menembus kepalanya. Mereka – yang entah siapa – mengincar nyawanya. Mereka memburunya sampai ke apartemen, bahkan ke kolam renang hotel. Zeno membawanya kabur ke sana ke mari.
 
Anehnya, Zeno tetap bersikap tenang. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Dia juga menolak keinginan Kara untuk kembali pulang ke rumah. 
 
Sedangkan bagi Zeno, melindungi Kara adalah prioritasnya. Dia menyadari bahwa bukan cuma nyawanya yang sedang diincar. Yang tidak pernah terlintas di pikirannya  adalah dalang dari penyebab kekacauan itu. Seseorang yang terus membayanginya. Seseorang yang dikenalnya sejak lama.
 
Zeno tahu pasti dengan cerita masa lalu Kara yang pernah membuatnya trauma. Terlahir sebagai anak tunggal seorang polisi yang meninggal ketika mengamankan kerusuhan di Jakarta. Kara turut melihat seperti apa jasad ayahnya ketika dikembalikan ke rumah. Sejak itu trauma berkepanjangan menenggelamkannya. Karena itu prioritas Zeno adalah melindungi Kara. Dia tahu, mengantar Kara pulang berarti menyodorkan nyawa mereka kepada pemburu. (Hal.87)
 
“Ada yang memburu dan ingin membunuh kita. Prioritasku adalah memastikan dirimu baik-baik saja!” tegasnya tajam. (hal.87)
 
Novel terbitan Bentang ini tidak berhenti menyuguhkan ketegangan dari awal hingga akhir cerita. Adegan penyerbuan, kejar-kejaran, perkelahian, bahkan pengintaian dari seorang pembunuh bayaran, silih berganti menghiasi cerita. Begitupun dengan pembobolan email, brankas, pencurian data-data, dan penampakan kamera pengintai membuat pembaca serasa menonton film-film action.
 
Titik berat penceritaan novel ini memang berkisar pada usaha Zeno melindungi Kara. Pemuda itu tidak ingin mengulang kesalahan masa lalunya yang membuat dia dan keluarganya kehilangan Hana. 
 
Sementara itu di sepanjang cerita, Kara terus dihadapkan pada pilihan, melanjutkan pertunangan ke jenjang pernikahan atau mundur seketika. 
 
Walau akhirnya Zeno menjelaskan tentang organisasi Save Your Life, tetap saja Kara bimbang. Menikah dengan Zeno berarti dia harus siap hidup dengan rasa takut kehilangan. Dan dia tidak sanggup untuk itu.
 
Masih sangat jelas dalam ingatan Kara bagaimana ia harus kehilangan pria yang sangat dicintainya dan mencintainya secara tiba-tiba. Perasaan itu, rasa terenggutnya cinta secara mendadak yang masih selalu membuat hatinya sesak. Kini, Zeno baru memberi tahu siapa dia sebenarnya dan pekerjaannya yang menantang bahaya seperti Papa. Memutuskan berada di samping Zeno berarti harus siap menghadapi rasa takut kehilangan setiap waktu. Kara tidak tahu apa ia akan sanggup seumur hidupnya terbelenggu oleh perasaan itu. (Hal. 193)
 
Sekalipun novel Rhein Fathia ini penuh ketegangan namun terasa mudah dicerna karena bahasa yang digunakan penulis juga tidak berat. Hanya saja nama-nama tokoh yang cukup banyak agak bikin rancu. Tokoh Basri Mendoza yang disebut di tengah-tengah cerita baru muncul lagi di akhir buku sebagai tukang pukul. Begitupun dengan Lupus, sang pembunuh bayaran yang baru dijelaskan menjelang cerita berakhir. Ternyata Lupus adalah Mang Agus atau Bayu atau Rigel.
 
Di luar dari semua konflik tersebut, novel ini, dengan keberadaan organisasi SYL telah menunjukkan rumitnya alur birokrasi di instansi hukum resmi. Sehingga orang-orang atau badan tertentu yang ingin masalahnya cepat kelar memilih jalur tidak resmi. ***
 
 
 
Zurnila Emhar Ch; menulis cerpen, sajak, esai dan resensi. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media dan antologi.
 


Berita Lainnya

Index
Galeri