Gara-gara Disidak, Gramedia Terpaksa Hentikan Sementara Penjualan Buku Kiri

Gara-gara Disidak, Gramedia Terpaksa Hentikan Sementara Penjualan Buku Kiri
Petugas memperlihatkan beberapa buku kiri yang berhasil ditarik dari peredaran
JAKARTA - Tak ada lagi bahan bacaan mengenai paham komunisme, marxisme, dan leninisme yang dijual di toko-toko buku besar di Jakarta. Fakta itu dapat dengan mudah dijumpai saat warga ibu kota menyambangi sejumlah toko buku besar.
 
Seperti diberitakan CNNIndonesia.com, toko buku terkemuka Gramedia di kawasan Matraman, Jakarta, tak ditemukan buku soal komunisme, marxisme, atau leninisme yang dipajang di etalase maupun rak-rak buku mereka.
 
Literatur mengenai peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang kerap dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia pun tak terlihat dipajang di rak-rak buku. Segelintir buku ‘kiri’ yang masih dipajang di etalase Gramedia tinggal soal Tan Malaka, salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia.
 
Buku-buku tentang Tan Malaka itu pun tak banyak. Hanya 'Dari Penjara ke Penjara', 'Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia', dan 'Gerpolek' yang dapat ditemui.
 
Berdasarkan penjelasan salah satu karyawan Gramedia yang enggan disebut namanya, ketiadaan buku soal komunisme, marxisme, leninisme, dan PKI disebabkan oleh adanya inspeksi mendadak aparat kepolisian beberapa hari lalu. 
Baca juga:Pemberangusan Buku-buku Kiri Dinilai Hanya 'Kambing Hitam'
 
Sejak sidak dilakukan, Gramedia tak lagi menjual buku-buku tersebut. “Ada sekitar tujuh judul buku yang tak dipajang lagi. Bukunya masih ada, tapi enggak boleh dipajang dulu. Itu berlaku di semua Gramedia,” kata dia. 
 
Menurutnya, buku-buku mengenai komunisme, marxisme, leninisme, dan PKI dilarang dijual hingga dua-tiga pekan mendatang. Buku-buku itu, kata dia, sesungguhnya merupakan produk laris di Gramedia. 
 
Lucunya, sejak pelarangan dimulai pekan ini, pencarian buku soal komunisme, marxisme, leninisme, dan PKI masih banyak dilakukan pengunjung Gramedia.
 
"Itu produk laku semua yang dilarang, salah satunya berjudul 'Memoar Pulau Buru.' Sampai hari ini juga masih banyak yang cari dan kecewa. Tapi buku itu memang tidak boleh dijual dulu sementara ini,” ujarnya.
 
Suasana salah satu sudut toko buku Gramedia yang tak lagi memajang dan menjual literatur mengenai komunisme, marxisme, leninisme, dan PKI. (CNN Indonesia/Lalu Rahadian) Damar, pria 25 tahun yang hari ini menjadi salah satu pengunjung Gramedia, menjadi contoh satu dari mereka yang merasa kecewa. Ketika ditemui di deretan rak-rak buku sosial-politik, dia sedang kesal karena tak bisa menemukan buku yang ia cari. 
 
Damar kebetulan sedang mencari buku soal Gerakan Wanita Indonesia alias Gerwani –organisasi wanita independen yang menaruh perhatian pada sosialisme dan feminisme, serta memiliki hubungan dengan PKI. 
 
“Kecewa banget enggak ada bukunya. Saya rasa pemerintah terlalu berlebihan melarang penjualan buku. Padahal saya mau beli untuk keperluan akademik. Kalau enggak ada begini, mau bagaimana coba,” kata Damar, jengkel.
 
Kekecewaan Damar dan pengunjung lain masih akan terus berlangsung, sebab Gramedia menghentikan penjualan buku-buku ‘kiri’ hingga akhir bulan ini.
 
"Kalau mau beli buku yang dilarang itu, harus tunggu. Kalau pesan juga enggak bisa walaupun bukunya ada stoknya di gudang," ujar karyawan Gramedia Matraman. 
 
Sementara General Manager Gramedia Matraman yang dihubungi CNNIndonesia.com sejak kemarin, belum juga merespons panggilan telepon.
 
Sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan pelarangan buku bukan hal tepat untuk melawan komunisme, sebab pikiran harus dilawan dengan pikiran.
 
"Yang dilarang pada zaman Orde Baru itu pemberangusan terhadap ide dan pikiran. Buku dilarang, gagasan dibungkam, protes dipenjara. Itu yang disebut represif Orde Baru 32 tahun," kata Masinton.
 
Dia khawatir sikap berlebihan dari pemerintah dan aparat penegak hukum justru memancing rasa penasaran dan menimbulkan perlawanan dari masyarakat. (anm/cnn)


Berita Lainnya

Index
Galeri