Duh! Utang Luar Negeri Indonesia Naik 3,7 Persen jadi US$311,5 Miliar

Duh! Utang Luar Negeri Indonesia Naik 3,7 Persen jadi US$311,5 Miliar
Ilustrasi.
JAKARTA - Jumlah utang luar negeri (ULN) pemerintah dan swasta sampai Februari 2016 tercatat sebesar US$311,5 miliar naik 3,7 persen dibandingkan posisi periode yang sama tahun lalu. Bertambahnya jumlah ULN tersebut disebabkan oleh naiknya nominal ULN pemerintah, sementara ULN sektor swasta mengalami penurunan.
 
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mencatat, jumlah ULN pemerintah naik 9 persen menjadi US$146,9 miliar. Sementara perusahaan swasta yang berutang dari lembaga keuangan atau bank asing nilainya turun 0,7 persen menjadi US$164,6 miliar.
 
“Sampai Februari, jumlah ULN swasta mencapai 52,8 persen dari total ULN sementara jumlah ULN pemerintah berkontribusi 47,2 persen terhadap total ULN Indonesia,” kata Tirta, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (19/4/2016).
 
Menurut Tirta, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia banyak menggunakan uang hasil berutang yang diperolehnya pada sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih.
 
“Bila dibandingkan dengan Januari 2016, pertumbuhan tahunan ULN sektor listrik, gas dan air bersih meningkat, sementara sektor keuangan melambat. Adapun pertumbuhan tahunan ULN sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan masih mengalami penurunan,” jelasnya.
 
Sementara jika dilihat dari periode peminjaman, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang yang mencapai 87,7 persen dari total utang. 
 
ULN berjangka panjang pada akhir Februari 2016 mencapai US$273,2 miliar atau tumbuh 5,8 persen secara tahunan. Sementara ULN berjangka pendek turun 9,5 persen jadi US$38,3 miliar.
 
BI menurut Tirta menilai jumlah ULN tersebut masih cukup sehat untuk mendanai pembangunan. Namun demikian, bank sentral akan terus mencermati risikonya terhadap perekonomian Indonesia.
 
“BI akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya sektor swasta. Tujuannya agar ULN bisa optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi,” kata Tirta.
 
Sebelumnya International Monetery Fund (IMF) mendesak negara-negara anggotanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang "ramah belanja" guna membantu mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
 
Direktur Pelaksana Christine Lagarde mengatakan, pasar global relatif lebih tenang sejak Februari lalu dan mengurangi tingkat stres pada pertemuan musim semi IMF dan Bank Dunia tahun ini yang berlangsung di Washington DC, Amerika Serikat pada 15-17 April 2016.
 
Kendati demikian, kondisi ekonomi dunia masih penuh dengan risiko. Sejumlah risiko yang berpotensi menghambat laju ekonomi dunia antara lain berasal dari pelemahan permintaan, potensi keluarnya Inggris dari Uni Eropa, dan faktor penurunan harga minyak dan komoditas. (ade/cnn)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri