Apa Benar Tidak Boleh Menjadikan Hafalan Al-Quran Sebagai Mahar Pernikahan?

Apa Benar Tidak Boleh Menjadikan Hafalan Al-Quran Sebagai Mahar Pernikahan?

Mahar dalam pernikahan merupakan sesuatu yang wajib dan merupakan hak bagi seorang wanita. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. (QS. An-Nisa: 4)

Mahar yang disyariatkan dalam pernikahan adalah sesuatu yang berbentuk harta atau memiliki harga, walau ia sesuatu yang sangat murah. Misalnya, sebuah cincin yang terbuat dari besi biasa.

Tidak disyariatkan menjadikan mahar sesuatu yang faidahnya tidak kembali pada seorang wanita, tidak berbentuk harta, tidak bisa dijual atau tidak memiliki harga. Hafalan al-Qur’an termasuk dalam hal itu. Para ulama bahkan menganggap tidak sahnya pemberian mahar dengan hafalan al-Qur’an.

Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah. Beliau pernah ditanya akan hal ini lalu beliau berkata: “Tidak sah menjadikan hafalan seorang laki-laki terhadap al-Qur’an sebagai mahar dalam suatu pernikahan”. (Lihat vidio pertanyaanya di link berikut: https://youtube.com/watch?v=UWr_XdlLtKA )

Beberapa orang yang mengira bolehnya menjadikan hafalan al-Qur’an sebagai mahar dalam pernikahan berdalilkan dengan hadits yang shahih berikut ini:

“Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku datang menghibahkan diriku kepadamu”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dalam waktu yang lama. Lalu berdirilah seorang lelaki seraya berkata: “Wahai Rasulullah, nikahkanlah ia denganku jika engkau tidak menginginkannya”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah engkau memiliki sesuatu yang bisa dijadikan sebagai mahar untuknya?”. Laki-laki itu menjawab: “Aku tidak memiliki apa-apa kecuali sarungku ini”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sarung ini jika engkau berikan kepadanya, kau tidak akan memiliki sarung lagi. Pergilah mencari sesuatu”. (setelah mencarinya) laki-laki itu berkata: “Aku tidak mendapatkan apapun”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Carilah walau sekedar cincin yang terbuat dari besi!”. Maka laki-laki itupun pergi mencarinya namun juga tidak mendapatkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah engkau memiliki sesuatu yang di hafal dari al-Qur’an?”. Ia berkata, “Iya, aku menghafal surah ini dan itu (ia menyebutkan nama-nama surat yang dihafalkannya). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku nikahkan kalian dengan sesuatu yang engkau hafalkan dari al-Qur’an”. (HR. Tirmidzi)

Secara zahir memang hadits ini seolah menunjukkan kebolehan menjadikan hafalan al-Qur’an sebagai mahar dalam pernikahan. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Sebab ada hadits lain yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahkan mereka berdua dengan perintah terhadap lelaki itu untuk mengajari wanita tersebut hafalan al-Qur’an yang telah dihafalaknnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Pergilah, aku telah menikahkanmu dengannya. Ajarilah ia al-Qur’an (yang telah engkau hafal)”. (HR. Muslim)

Dari sini, para ulama menyebutkan bahwa maksud dari hadits yang pertama di atas adalah menjadikan kegiatan pengajaran terhadap al-Qur’an sebagai mahar jika tidak memiliki harta yang bisa dijadikan sebagai mahar. Artinya, ini adalah pilihan terakhir, jika tidak memiliki harta sama sekali yang bisa dijadikan sebagai mahar.

Ulama Lajnah Daimah berkata:

“Menjadikan pengajaran sesuatu dari al-Qur’an sebagai mahar pada saat akad nikah hukumnya sah jika seorang laki-laki tidak memilik harta”. (Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta Nomor 6029)

Jadi ini pilihan terakhir, bukan pilihan utama. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai seorang Nabi yang padanya al-Qur’an diturunkan, tidak menjadikan al-Qur’an itu sebagai mahar beliau.

Ringkasnya, menjadikan hafalan al-Qur’an yang dibacakan saat akad sebagai mahar hukumnya tidak boleh. Menjadikan pengajaran sesuatu dari al-Qur’an kepada wanita pada saat akad hukumnya boleh karena bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang memilki upah dari pengajarannya. Menjadikan mushaf al-Qur’an sebagai mahar merupakan sesuatu yang boleh. Wallahu a’lam.

Abu Ukkasyah al-Munawy


Berita Lainnya

Index
Galeri