Gambar untuk Sebuah Petang
Kita memang tak pernah benar-benar siap,
Waktu, dengan tangannya, kita terperangkap.
Kita murid di kelas tujuh, dengan pelajaran
terlambat, atau belum saatnya diberikan.
Ada selembar fotografi, gugus geometri, yang
kau curi, dari perempuan lain yang mengelincir,
pada mimpi warna tua, yang miring-licin.
Tubuhmu, harus kumengerti sebagai rumus
sudut-sudut siku. Rumit, dengan angka-angka
berbaris lama, panjang di belakang nol & koma.
Yang Sembunyi di Dalam Mataku
Yang sembunyi di dalam mataku
Menatap pada tebing punggungmu
Karena ia terbuka, maka aku mengira
kau tantang aku berani menebaknya
Yang mengarang di tungku diriku
Mengapi tersebab tebas betismu
Karena langkahmu semakin tajam
Aku menjelaga, lekat ke silam sepi
Yang memelangi di dinding langitku
Cahaya ragu dari kembang gaunmu
Karena aku hidup yang tak bermusim
Aku tinggal ladang tak bertanaman
Aku Tak Akan Menyalahkannya
Cintaku adalah rasa asin pada lautmu. Matahari mengira ia bisa
menguapkan aku dari engkau, mengawankanku dari langit yang asing.
Ia keliru, tapi biar saja, aku tak mau menyalahkannya.
Cintaku adalah hara menyebati di tanah kebunmu. Matahari mengira
hanya ia yang menumbuhkan engkau dan memekarkan bunga
bungamu. Ia salah, tapi bisa saja, aku tak akan menyalahkannya.