Apa kamu yakin, masa kanak-kanakmu adalah yang paling indah dan menyenangkan?
Di hari Senin yang melelahkan, ibuku lagi-lagi menampakkan wajah gelisahnya di depan layar televisi. Ibu selalu gelisah dan mengkhawatirkan banyak hal. Mungkin karena usianya yang sudah tua, di matanya segala hal begitu menakutkan karena samar dan sedikit gelap.
Ia seketika memanggilku dengan suara paraunya yang mencekik leher. Aku yang baru saja menurunkan cucian kering ke dalam keranjang segera menghampirinya di ruang tengah. Ada apa lagi, Bu? tanyaku. Ibu menggeleng-geleng getir. Keriput-keriput di wajahnya terlihat semakin kusut masai. Lihatlah berita itu, ujarnya dengan masam dan dongkol.
Layar televisi itu memperlihatkan seorang wanita pembawa berita dengan rona wajah penuh keprihatinan yang (menurutku) tengah dibuat-buat. Bibirnya terlalu merah dan menyala-nyala. Kurasa, ia lebih pantas membawakan berita palsu penuh kontroversial tentang para lakon dunia hiburan ketimbang berita duka semacam sore hari ini.
Di bagian paling bawah layar televisi, tertulis kalimat yang sedang berjalan: Seorang bocah kembali diketemukan tak bernyawa dalam keadaan mengenaskan di dalam pembuangan air. Aku memerhatikannya dengan tekun. Bocah itu baru dua tahun, lebih muda setahun dari usia putriku. Wanita pembawa berita itu memberitahukan, ia diketemukan dengan pipi-pipi yang lebam dan membiru. Ada bercak darah yang mengering di bagian pahanya. Tubuhnya membengkak. Seorang ahli forensik bilang ia sudah mati tiga hari lalu.
Aku mendesis sungkawa. Memicing mata. Mengalihkan pandangan pada putriku. Ia sedang bermain-main bola karet di dekat pintu kamar tidur. Kucingku terduduk di sampingnya, menekuni bola yang menggelinding. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan dan matanya membulat. Sesekali, kaki depannya melesat ke arah bola. Ingin ikut bermain-main.