Malam Begini
Malam begini
Lampu-lampu jalan kota kata mati
Puisi-puisi dirubung sunyi
Di teras rumah aku duduk
Seperti penyair yang selalu lupa
cara mengantuk
Sesekali cahaya lampu sorot mobil
membuyarkan pandanganku
Tadinya di mataku ada bayangan perempuan
Rambutnya akar waktu
Kulitnya setipis jarak masa lalu
Matanya tajam seperti jarum jam
Sekali berkedip, terbunuh satu nafasku
Malam begini
Burung-burung enggan bernyanyi
Perempuan tadi muncul kembali
Ia berkicau bulan mendekat
"Lihat wajahku erat-erat," bisiknya
"Cium keningku sekuat iman para malaikat."
Aku terperanjat
Malam begini
Namamu dan puisi sama kuat
Sama laknat!
Pekanbaru, 22 Maret 2015
Setengah Sadar
Dalam tidurmu malam ini, kau menggeliat. Penaku bergerak. Menyapamu
Selamat malam. Telah kukirim kupu-kupu mabuk kepadamu. Ia sedang bertengger di jendelamu setengah sadar. Tatapannya pudar setelah kucekoki sepi yang kucuri dari bar.
Esok, pagi-pagi sekali aku akan menjemput kupu-kupuku. Kuharap kau sudah bangun. Kau papah ia sampai pundakku. Sampai di beranda puisiku.
Maaf, aku juga harus menemuimu dalam keadaan setengah sadar. Bau alkohol dalam catatan-catatan kecil puisi yang belum selesai membuatmu mual. Memaksamu memuntahkan mawar.
Pekanbaru, 27 Maret 2015
Burung-burung
Malam begini
cericit burung di kepalaku
segaduh waktu.
Setiap kepak
sayap burung-burungku
menjatuhkan biji-biji almanak
Aku yang sedang tunak
di dalamnya menanak sajak
memilih beranjak
dan meledakkan kepalaku
dengan sekali detak:
jarum jam berserak
Burung-burungku
sajak-sajakku
aku akuku
tertinggal di masa lalu
Bersama kamu
Pekanbaru, 10 November 2015
----------
Makmur HM, penyuka kopi yang sesekali menulis puisi. Buku kumpulan puisi terbarunya, Algea.