Puisi-puisi Miftahul Huda

Kita, Kertas, Musi, Darah Emas

Kita, Kertas, Musi, Darah Emas
Ilustrasi. (Daan Lemaire/wikiart.org)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Kita
 
Kita bersama, kita mengenal
Kita bersama, tak saling kenal
 
Bulan sabit di mataku
Saat itu matamu kacau
Cahaya bulannya dapat kau lihat
Saat yang lain tak dapat lihat
Kau tak dapat lihat cahaya
Kau hidupkan cahaya mataku
Kau dapat lihat cahaya
Ku tutup cahayaku untukmu
 
Tuhan masih memberiku waktu
Tuhan memberi kita waktu
Bertemu dan bersatu
Berlalu waktuku
 
Bertemu tanpa senyum
Berpisah tanpa pilu
Kau dramaku
Aku lamamu
Kita tau dan yakin
Kita hidup bukan karna suatu kesalahan
Namun kita hidup karna ada takdir
Takdir yang sampai saat ini masih mengikat kita
Jiwa kami terus hadir mungkin juga karna takdir
Namun diri ini tak terasa ada
 
Kita melihat, mereka melihat
Aku melihat, bahkan dia melihat
Tapi dapatkah kita merasa?
Meragu dalam angan
Kecewa dengan kenyataan
Hidup dalam kesalahan
Menatap dengan kekecewaan
 
 
 
Kertas
 
Aku diam dan saatnya tiba
Memulai kisah yang berliku
Kadang lukisan indah mempesona
Kadang goresan kelabu
Merekam jejak-jejak hitam
Tergurat sajak-sajak kelam
 
Aku masih diam dan saatnya kembali tiba
Kini goresan indah tanpa warna
Merusakku tanpa kata
Mengoyakku tanpa makna
 
Tapi aku tetap diam
Karna apa daya?
Diriku hanya selembar kertas
Kertas kehidupan dengan tinta hitam kepedihan
 
 
 
Musi
 
Debur ombak menghanyutkan perahu
Angin semilir menyejukkan kalbu
Mersatu padu dengan rindu
Menampakkan kebesaran Tuhanku
 
Musi, airmu mengalir kemana-mana
Bertumpah ruah memberi penghidupan
Membawa pelayar menuju perantauan
Membawa jiwa yang terus berkelana
 
Gemericik air kehidupan yang berombak dan bergemeriak
Bagai mengerti akan hati yang berteriak
Terpesona akan indahnya lukisan alam
Membebaskan diri dari malam yang suram
 
Musi, dua kehidupan yang kau pisahkan
Membentuk dua peradapan
Namun dengan sejuta keindahan kau menyatukan
Menyatukan dua hati dengan angan
Terikat bagaikan tanpa perbedaan
 
 
 
Darah Emas
 
Gema peluru meruntuhkan benteng-benteng pertahanan
Membumi hanguskan setiap bangunan kokoh di sekitarnya
Membunuh banyak jiwa yang tak berdosa
Menghakimi mereka yang tak bersalah dengan meriam
 
Jangan menyerah duhai pejuang
Jangan kalah oleh keadaan para pahlawan
Semangat merdeka atau mati yang menyayat hati
Terus bergema di seluruh penjuru negeri
 
Darah-darah emas terus bertebaran dimana-mana
Darah para pejuang bangsa yang berani mati untuk merdeka
Darah Indonesiaku
Darah kemerdekaan di tahun-tahun perjuangan
 
Kini darah emas tinggal sebuah kenangan
Darah emas tak lagi tumpah dimana-mana
Darah emas telah membeku bersama dengan jiwa-jiwa yang ikut terkubur
Namun semangat perjuangan tak boleh ikut berhenti
Tak boleh ikut membeku bersama jiwa-jiwa yang telah mati
 
Duhai pemuda
Kau pun masih bisa berjuang walau tak menumpahkan darah
Layaknya pejuang kemerdekan kau harus mampu bangkit
Bangkit dari keterpurukan yang selama ini menyelimutimu
Keluar dari lubang-lubang yang selama ini memenjarakanmu
 
Darah emas itu, kini diwariskan kepadamu wahai pemuda
Ia mengalir di tubuh, jiwa dan ragamu
Jangan kau kuburkan darah emas itu bersama rasa malasmu
Karna sang merah putih terus menantimu
Bumi pertiwi masih menunggumu
 
 
 
Miftahul Huda, saya sekarang duduk di kelas XII di SMA Negeri 15 Palembang yang beralamat di jalan Ks. Tubun nomor 10 kecamatan ilir timur I.  Umur saya sekarang 16 tahun, tepatnya saya lahir pada tanggal 24 Februari 2000. Hobi saya mebaca, dan hobi saya ini sangat membantu saya dalam mencari ide dalam berkarya seperti menulis. Saat ini saya tinggal bersama kedua orang tua dan saudara-saudara saya tepatnya di jalan K.H. Azhari kelurahan 14 ulu kecamatan seberang ulu II lorong melati kota Palembang provinsi Sumatera Selatan. Email saya [email protected]
 


Berita Lainnya

Index
Galeri