Puisi-Puisi Clara Ayu Susmitha

Rapuh, Bulan Sabit, Hujan

Rapuh, Bulan Sabit, Hujan
ilustrasi. (Eva Antonini/ipseand.wordpress.com)

 

PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
RAPUH
 
 
Biarkan kini aku sendiri
Aku lelah menjaga hati
Aku lelah meratapi
Aku lelah berdiam sepi
Riuh risuh diantara kita itu
Sudah cukup membuatku membatu
Sudah cukup membuat aku merasa jenuh
Kini Aku dan cintaku semakin rapuh
Tak ada lagi rasa saling berjuang
Tak ada lagi rasa sayang
Kini hanya ada hampa dan kebosanan
Bosan terluka, bosan menangis dan bosan tersakiti
Aku tak bisa lagi lanjutkan semuanya
Aku tak bisa lagi melangkah bersama
Semua terasa tak berarti lagi
Semua terasa tak ada gunanya lagi
Maafkan jika aku harus berhenti disini
Bukan karena aku tak cinta lagi
Hanya saja waktu kita tlah habis
Dan aku tak bisa temukan bahagia bersamamu
Terlalu banyak airmata kepedihan
Aku hanya ingin sendiri di bawah bintang dan rembulan
Menyapanya setiap malam
Hingga kelabu dan matahari terbit kembali
Jangan pernah kamu sesali apa yang sudah terjadi
Ku ikhlaskan kau pada langit dan bumi
Biar mereka menjagamu dan juga temukan penggantiku
Aku tak bisa lagi mengisi harimu
Menyambung penuh kasih segala rasa dihatimu
Aku tak bisa lagi menggenggam erat jemarimu
Dan aku tak bisa lagi menghangatkan tubuhmu dengan pelukku
Serta jadikan setiap kecup dikeningmu kala itu menjadi saksi
Saksi bahwa aku pernah amat mencinta
Aku tak pernah kecewa padamu
Aku kecewa pada diriku, karena aku terlalu lemah dan rapuh
Hingga aku tak bisa lagi pertahankan semuanya
 
 
 
BULAN SABIT
 
Aku adalah sebagian keindahan
Memancar memerah bagai bunga mawar
Terlintas pandang oleh para perenung
Kala mereka sedang bersedih
Aku adalah isyarat ketenangan
Menghantar pada kesunyian malam
Ketika kegelapan berubah ramai di perkotaan
Tak ada yang perduli akan hadirku
Bulan sabit mereka menyebutku
Hanya sepitas dipandang mata
Terlupakan oleh sejuta para pemain kehidupan
Kala kegelapan menyentuh tirai peradaban
Aku adalah Keindahan yang terlupakan
Lukisan nyata sang Maha Pencipta alam
Dijadikan riasan tapi tak terlihat
Begitu kini aku enggan lagi kembali
Jika bohlam-bohlam itu tak ada
Akankah aku akan ditunggu
Akankah aku masih tak diperdulikan
Akankah hadirku berarti...
Andai gelap menyergap
Andai dingin menggulung
Andai angin menerpa
Akankah aku disalahkan???
Aku tak lelah hadir untuk kalian
Aku tetap setia pada malam
Aku ingin kalian lihat keindahanku
Agar kalian tahu...aku penjagamu...
 
 
 
HUJAN
 
Semua manusia dimuka bumi takkan pernah lupa dengan hujan
Kecuali, jika ribuan tahun hujan tidak lagi turun
Semua orang tau hujan
Semua orang mengerti apa itu hujan
Tapi aku benci hujan
Karena hujan pernah membuat aku begitu dekat
Bukan dengan hujannya
Tapi dengan sosok yang menemaniku kala hujan turun
Aku juga sangat menyukai hujan
Karena hujan pernah memaksa aku menghabiskan waktu dengannya
Memang, bukan dia yang menciptakan hujan
Tapi hujan pernah tau tentang aku dengan dia
Bahkan hujan menjadi saksi 
Saksi betapa aku tengah merindunya
Aku pernah menari dibawah hujan
Hingga aku lupa apa itu hujan
Dan hujan sangat manis
Karena saat aku menangis, hujan menutupi air mataku
Lantas, jika aku mampu membuat waktu berhenti
Hentikan waktu saat hujan turun dan saat dia memelukku dibawah hujan
Jika waktu bergulir, lantas perasaan tak lagi sama
Akankah aku bisa melupakanmu?
Tentu jawabannya tidak, karena hujan selalu datang
Bukan hanya dengan butiran airnya, tapi tentang kenangan
Bagaimana aku bisa melupakanmu dewa hujan
Jika tetap kau biarkan hujan turun
Apa aku pantas bertanya kapan aku lupa hujan???
Pertanyaan yang bodoh bukan???
Lalu, apakah aku bisa melupakanmu???
Mungkin bisa tapi saat hujan tidak lagi turun
Kapan???
Ya, jika hujan tak lagi turun hingga ribuan tahun atau sampai aku tak lagi bernyawa...
Maka, tak usah tanyakan apa aku akan melupakanmu
Karena sampai kapanpun, aku akan tetap ingat
Dan jika dewa hujan tak beri waktu untuk memelukmu lagi
Lihatlah hujan, dan coba kau hitung butirannya...
Jawabannya akan sama...
Sebanyak itu aku mencintaimu dalam diamku
Izinkan hujan membawa kenangan kita
Hingga kelak, semua orang merasakan apa itu cinta
Dan apa itu hujan???
 
 
Clara Ayu Susmitha, biasa di panggil Clara. Saya lahir di Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 27 Juni 1996. Saya sekarang tinggal di Karawang untuk melanjutkan studi saya di salah satu Perguruan Tinggi di Karawang. Hobby Saya membaca, menulis puisi dan novel, karena yang saya rasa dengan kita menulis maka kita dapat mencurahkan segala sesuatu yang kita rasakan dan kita inginkan. 


Berita Lainnya

Index
Galeri