Puisi-Puisi Irfan Sacelia Martha

Hidupku, Kasih sayang yang hilang, Sakral Waktu dan Dua Puisi Lainnya

Hidupku, Kasih sayang yang hilang, Sakral Waktu dan Dua Puisi Lainnya
ilustrasi. (Skye Taylor/fineartamerica.com)

 

PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Hidupku
 
Bumi enggan menerima karena aku hanya malapetaka baginya. 
Tuhan, andai kau gulung umurku lebih cepat, biarkan aku pergi 
dengan bangkai yang masih membusuk. Karena ku tak ingin sampai tuanku 
menciuminya. Kenapa aku masih hidup, yang bahkan Ia tak layak untuk kunikmati 
Karena dia terlalu munafik atau lurus? kurasa dia sama sepertiku. 
Aku bisa melihat binar mata yang berada saat menatapku, 
bahkan dia tersenyum riang saat mengetahui keberadaanku, 
namun kemunafikan yang membuatnya tak ingin aku mengetahui 
tentang arti hidup sebenarnya 
 
Kamar hati 2016
 
 
 
Kasih sayang yang hilang 
 
Aku mencoba berjalan di atas kelamnya dunia 
Serasa tak bertuan hidup sendiri, menyiksa batin menguras air mata. 
Kucoba bertahan dan menyelami Kasih sayang yang hilang 
dari kedua mata batinnya.
 
Dilambungkan jauh dari alam, hanya tabah terhadapnya. 
Batin ini berteriak seakan tak sanggup mengarungi pedihnya anak tak bertuan 
tak tentu arah. Air matapun tak henti menetes.
 Tuhan yg kuasa, sebelum fajar menyala
 Hanya doa yang menjadi pengelana.
 
Kamar hati 2016
 
 
 
Sakral Waktu 
 
Engkau pembunuh dengan jarum yg mengitari angka angka maut.
Kau pasung aku yg terbelenggu di depan pintu, 
dimana malaikat izrail menunggu. Menunggu dengan seutas rotan dari neraka 
yang siap mencambuk Para pemabuk yg sedang bermain main dengan kupu kupu.
 
Adalah aku, membakar waktu dengan nafsu. 
Waktu, aku mohon kau lepaskan buhu tali di pinggangku. Biarkan aku terbang 
bersama burung burung yang ditiupkan roh oleh isa. 
Kepada musa, kau belah laut dengan tongkatmu. Sekarang, aku ingin kau belah jiwaku 
dengan lentera Tuhan yang dititipkan kepada engkau 
oleh para penjaga syurga.
 
Kamar hati 2016
 
 
 
Danau rahim 
 
Aku adalah air yg terselimpit gunung gunung.
Mengalir dari putaran tongkat di tepi sungai. 
Tongkatnya menjangkau kedalamanku, mencurahkan aku 
dalam ruas ruas yang tak berbatas. 
Aku dengan senang, berenang di pusaran. 
Diselimutinya aku dengan lumut lumut yg lembut, belaian angin 
membuatku semakin bernafsu. 
Laju dan bersatu mengalir lewati pematang 
Mengisi petak petak yg belum terisi oleh waktu
 
Kamar hati 2016
 
 
 
Penantian Abu abu 
 
Jembatan kecil, melingkari sungai harapan 
menunggu seseorang pulang mrnggenakan putih abu abu. 
Detik demi detik, menit demi menit, bahkan jam demi jam pun telah ditunggu 
tapi batang hidungnya tak jua terlihat di mata, Hingga waktu telah lelah menunggu.
Matahari pun perlahan mulai menyusup pergi merenda pagi, 
sekarang cuma gerimis melukis gelisah di hati tak hentinya diri melihat
detak detik yg mengitari angka angka arloji yang tergantung di tangan ini.
 
Semua burung burung telah berhamburan pulang, 
tapi yang ditunggu tak kunjung datang.  Tidak akan lama lagi waktu maghrib pun datang memanggil-manggil untuk pergi. Dari wajahnya setelah 3 hari mengendap di bawah rembulan pagi. Kelopak mataku selalu berkedip, menandakan butiran kristal akan mengalir, 
membeku, mengelincir jatuh, berpijar pijar di bulu mata.
 
Awan awan berselimut pekat rindu, bumi menangis dengan gerimis. 
Biarkan gerimis yg menjadi saksi penantian ini, dan biarkan malam menjelma seribu kata Senantiasa menanti haripun tiba menjadikan muara penantian yg tak sia-sia.
 
Kamar hati 2016
 
 
Irfan Sacelia Martha, kelahiran 16 juli 1997 di Surantih, Pesisir Selatan Sumatera Barat,Mahasiswa Smart Fast Global Education dengan  jurusan  perhotelan  pariwisata ini sekarang aktif di kegiatan COMPETER ( Community Pena Terbang ). dan juga aktif menulis artikel di ekpresi padang ekpres.
 


Berita Lainnya

Index
Galeri