Puisi-Puisi Muslimatul Khumaidah

Entah lah, Kamu Melulu, Kudengar

Entah lah, Kamu Melulu, Kudengar
ilustrasi. (Penelope Przekop /www.ugallery.com)

 

PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Entah, lah
 
Entahlah
Mengapa harus kutuangkan dan kuluapkan abu-abu dihati yang lelah ini
Terlalu menyesakkankah?
Atau
Hanya sekedar mencipta sebuah pencitra’an yang takpun menguntungkan
Hati?
 Kutujukan pertanya’an ini untukmu
Takkah terusik dengan rasa-rasa yang unik mencekik?
Harus kukatakan, aku terluka, jujur aku terluka
Yang aku sendiri lupa, ini luka yang keberapa
Jariku bukanlah hitungan yang cukup untuk menyebutkan bilangannya
Hanya hati yang kali berkali teriris miris
Namun begitu mudahnya kembali melukis cengingis di bibir tipis
Iya, hati seorang penghianat, hatiku
Yang melulu mema’afkan untuk kembali teriris
Menunggu luka yang keberapa, tanyaku
Seolah tak ada jera, pun senyawa
Menunggu lukisan luka yang keberapa kutanya
Sampainya yang berhati tak bernyawa?
Atau sampai pada rasa yang kudengar namanya adalah ‘bosan’
Melulu aku dengan lukaku
Dan kau tetap dengan hobi lamamu
Mencipta karya yang kau dengar dariku itu bernama ‘luka’
Ah, seolah aku tak bahagia saja
pun kutau Tuanku tak sekejappun tak mencipta bahagia untuk budak istimewanya
Terlalu kufur untuk tak bersyukur
Where are you?
Kembalilah untuk kali keduanya
Menatap dunia dengan mata tak nyata
Sembunyikan nyatamu
Tinggi-tinggi terbanglah, nikmatilah, syukurilah.
 
 
 
Kamu melulu
 
Haruskah pergi menghilang agar kau mencari
Haruskah terdiam agar kau mengerti
Haruskah, haruskah kulakukan?
Haruskah, aku harus bagaimana?
Kamuuuu, kamu
Mengapa karyaku selalu bertemakan kamu
Kamu lagi, kamu lagi, kamu melulu
Memelas agar kau mengasihiku,
Apa itu maumu?
Tak kau tau? Kuharapkan pekamu, ku nanti hadirmu
Melulu kamu, apa maumu?
Berapa juta kata lagi harus bertemakan kamu
Kisah berkasih ataukah belas kasih?
Ah, kamu, melulu
Membuatku menggerutu, pandai memainkan qolbu
Melulumu tak inginkah membuatku menorehkan tawa kaku
Romansa tak berasa, benarkah? Ada?
Hei kamuuuu melulu
Aku tak melulu bisa mengertimu
Melulu kamu, hiasi karyaku.
 
 
 
Kudengar
 
Kudengar gerutu budak-budak belajar
Risih dengar  koar-koar
Dia kata tak mau lagi mengejar mengincar
Kabar burung, kabar buruk dari negerinya yang mekar
Kudengar Nenek Minah di hukum satu bulan lima belas hari
Andai tiga buah kakao dapat ku ganti dengan ladang padi
Dimana keadilan NKRI?
Pencuri kecil diadili
Yang agung dilindungi
Oh negeriku...
Susu formula berbakteri
Di seruput para bayi
Tega sekali
Pembuntingan-pembuntingan remaja aset negara
Di bunuh, di lukai, dan di mutilasi
Ah, selalu berakhir di jeruji besi
Jauh-jauh kami wujudkan mimpi
Merintih merindu negeri pertiwi
Di bangga, di elu-elu negeriku tak terdengar lagi
Teganya lukai hati
Di cekoki pahit jamu setiap hari
 Kudengar mahasiswa bunuh dosen sendiri
Masalahnya tak di terima itu skripsi
Ada lagi Ibu guru baik hati
Pertama kali cubit anak kelas lima MI
Lagi-lagi.
Korupsi sana sini
Copet kecil dihakimi, para koruptor dilindungi
Sia-sia koaran rakyat belati
Dianggap anak bawang tak lahir d jaman jepang
Bujang dan tak berpengalaman
Oh, kasihan sekali. Negeri NKRI
Bukan pelawak tapi diketawai.
 
 
Muslimatul Khumaidah. Disamping hobinya menulis, pemudi kelahiran Nganjuk, 19 Mei 1996 ini sangat gemar berfilsafat (Berpikir Raional). Ia adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara, dari pasangan Misbachul Munir dan Shofiyah. Karya-karya tulisnya pernah diterbitkan oleh Manjay Blog dan juga majalah Tatwirul afkar. Sekarang ini ia tengah menyelesaikan program program bachelornya di International University of Africa, semester 3, fakultas Islamic Studies. 
 
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri