Puisi-Puisi Florentina Viniawati

Peduli Benci, Ingin dan Angan, Menonton Film

Peduli Benci, Ingin dan Angan, Menonton Film
ilustrasi. (Debra Hurd/contemporarylandscapeartistsintl.blogspot.com)

 

PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
PEDULI BENCI
 
Kau membenci setiap laku, setiap kata begitu
Seperti bulan September yang begitu yakin dengan hujan
Yang diturunkan ketika para manusia mengharapkan gersang
Kau terlalu peduli pada benci
Seperti banci yang ingin dipuji 
 
Kau lupa caranya melihat tanah
Karna lehermu kerap tengadah 
Ada sesuatu di bawah lehermu, 
yang membuatmu enggan menunduk
 
Kau adalah ego yang ditahan
Kau adalah laut yang tak mau disebut biru
Serupa langkah sepatu yang tak menghiraukan jejaknya
Kau dan tembokmu, bercakap-cakap seorang diri
 
Kau boleh membenci benci
Tapi tidak dengan peduli
Kau boleh melangkah pergi
Tapi tidak dengan dirimu sendiri
 
 
 
INGIN DAN ANGAN
 
Aku di ujung gua, tempat dimana suara tak akan kemana
Ada teriakan tanpa wujud yang seolah terpenjara
Coba kau susuri sebelum aku lari dan meninggalkan suaraku
Pada dinding gua tak beraturan yang menyimpan suara
 
Kau adalah setiap pagi yang ingin kusapa
Sekalipun itu mendung, cerah, atau sekedar berawan
Kau adalah senja di beranda yang selalu aku tunggu
Tempat aku jatuh cinta lagi dan lagi
Berkali-kali tanpa jenuh
 
Aku tak ubahnya kesepian yang asing
Kakiku jenjang, melangkah ke arah kau kemana
Dengan demam ingin memiliki, aku ukir hatimu dengan jemari tak kasat mata
Ruang dimana aku minta kau sisakan 
 
Ada perempuan yang tak pernah tua soal cinta dalam tubuhku
Begitu, seperti cerita yang menunggu untuk diselesaikan
Ketika sang penulis beranjak bosan
Tergeletak, ikut dalam onggokan huruf-huruf tinta hitam yang lainnya
 
Langit bercerita padaku persoal dirimu
Seperti itu aku menunggu
Tentang takut kehilangan atau keinginan memilikimu lebih jauh
Angan-angan yang coba kau prediksi
 
Berhenti menafsirkan setiap arti
Aku hanya ingin dirimu sekali ini
 
 
 
MENONTON FILM
 
Kumpulan cerita yang menunggu diputar itu lebih menarik
Ketimbang bercakap dengan tubuh diam dan bibir yang selalu mengatup
Mereka lebih dermawan berbagi kisah
Sampai akhir atau sampai seseorang bosan dengan akhir kisahnya
 
Judul-judul itu lebih setia menemani
Meski alur yang mengalir cepat melesap
Mereka tak memilih kasih pada siapa kisahnya dibagi,
agar sesekali kau urut pundakmu yang letih dengan kumpulan kisah resah
 
Tidak ada yang berlebihan dengan  menonton film dan sofa tersorok
Serta beberapa bungkus keripik atau minuman ringan
Aku menikmati beberapa hal dari tumpukan film itu: alur tak tertebak,
jantung berirama tak karuan, dan hal lain yang sulit kusebutkan
 
Aku selalu menunggu pulang dan menghirup aroma penantian
Tokoh dalam film-film itu bercengkrama pada sesamanya
Bukan pada cermin sepertiku
Dimana setiap ketelanjanganku hanya dilihat olehku
 
Pada setiap cerita dan kumpulan kesimpulan 
Diriku tetap sepi
Mereka kawan-kawanku
Ya, tumpukan cerita film itu
 
 
Florentina Viniawati.  Saya adalah seorang karyawan perusahaan swasta, saya suka menulis sejak duduk di bangku SMA. Cerpen pertama saya pernah dimuat di majalah FEMINA.


Berita Lainnya

Index
Galeri