PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Cerutu
Angan tentangmu bagaikan cerutu, Adinda
Menelangsakan pokok cukai dan rimbun tembakau yang membelantara
Lalu asapnya menyesakkan dada yang nganga
Berlubang oleh kerinduan yang tak pernah usai
Belum lagi, serbuk abu bertebaran membuat mata perih
Tak akan pulih oleh insto ataupun rohto.
Kenangan padamu saja,
Nyatanya membuatku gelagapan memadamkan kobaran rindu yang membara ini.
Pekanbaru, 2016
Remang-remang Hati yang Senyap
Lenteranya meredup
Serupa bertikai dengan angin lantam
Dilahap kejam bingar pada remang-remang malam
Tapi remang itu ia hadang
Lantang menyerah ia pantang
Usai waktu kau paksa hilang
Lesap, padam
Puan,
Kini ku tahu tegas rasa senyap dengan tandas
Tersekap pada hati senyap dan gegap
Yang semula terang kemudian lenyap.
Pekanbaru, 2016
Elegi Musim
Selepas gumpalan putih serupa kapas lesap dengan jejak waktu yang membekas dalam gurat kaki yang amat lekat, pancaroba masih menanti giliran sebagai petani ulung yang meraba nasib jutaan benih dari liang tanah.
“Seumpama musim yang kian berganti, kita pun akan mati. Sebagai khalifah yang memeluk bumi dalam curam kehidupan yang entah berapa lama. Kukenang ladang panjang, padang gersang, batang pinang, dan segala yang melintang”
Jika hujan akan turun membasahi semesta, kubuka hektar sawah dan ladang dengan sama rata. Menimbun mimpi-mimpi tuk menghasilkan masa depan yang lebih matang.
Serupa akar yang tertanam dalam tanah yang dibasahi oleh air mata, saling mengikat satu sama lain, menidih silih berganti, hingga membentuk tunas-tunas yang unggul dalam persaingan hidup.
langit mulai pudar menanti semi yang tak pernah singgah di hati para petani. Mungkin jarak mereka berjauhan hingga merobek cakrawala dengan memintal segenap musim.
Sumbar, 2016
