PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Memang Janda
Rumbun setimba benalu dalam sebuah ladang
Meringkas pandangan khalayak awam
Secarik kertas tak mampu redahkankan pikiran mereka tentangku
Ucapanku menghilir prasangka mereka
Parasku menghantam firasat mereka
Sandangku menggundahkan mereka
Bahkan gincuku mampu meracuni mereka
Bak melati putih bertaruh dalam bunga bangkai
Bukan karna putih aku kuat
Namun karna besarnya aroma tak sedap aku hina
Rapat bekuan hati membendungnya
Selangkah derap kakiku terdengar
Secepat mungkin mereka menampar pandangan para suaminya
Aku adalah seorang wanita begitupun kalian..
Hatiku terbuat dari baja namun itu mustahil
Fikirku selalu indah namun hanya asa
Wanita akan selalu jadi tempat indah
Untuk mereka yang gemar merenggut kebahagiaan
Tangisku tercekik melengking dalam hati ini
Bagai dekatnya awan diujung pandang
Terlihat dekat namun mustahil menggapainya
Citaku membaur bersama kalian
Sekalipun sejengkal jarakku dengan kalian
Namun mustahil bersama kalian
Dan kalian para suami
Melodi, puisi, syair, selang berlalu lalang dalam lahir ini
Inginku kalian musnah
Musnahkan syetan dalan lahir kalian
Tersayat batin ini saat kalian mendambakan paras dan gincuku
Aku seorang insan suci...
Karna aku adalah wanita, begitupun istri kalian
Tak selintaspun ingin aku disanjung olehmu
Tak sedetikpun ingin aku mempesona difikirmu
Dan tak terbyang bagiku selamnya
Hidup indah bersamu dalam kesakitan wanita janda lain berdamping suami
Inginku jauh untuk pergi
Karna......
Tak kan mati lahir batin ini tanpa secolek dan secuil karungan hartamu
Masyghul Tak Bertuan
Ketika dentum piano mulai terdengar
Di tepi burung yang tak bersangkar
Aku hanya mampu melihat rembulan berdenyar
Teringat sebuah nasehat indah dari para pakar
Pakar sebuah agama yang banyak penggemar
“Jika engkau mencintai seseorang janganlah pernah kau untuk tidak menyebut namanya”
Bukan tentang sebuah dewana semata
Melainkan pekatnya ambisi yang bercahaya
Tuhan . . .
Sebuah anugerah kah yang datang padaku
Tertulis dalam doaku
Jika kepercayaan akan cinta yang semu ini belumlah rapuh
Daku lebih memilih untuk diam
Menutup diri dari sebuah pelaminan am
Karna . . .
Sucinya anugrah rasa yang Engkau limpahkan
Akan daku tunggu hingga tiba akan kehalalnya
Tidak akan daku meminta-MU untuk mempercepat kehadiranya
Sekalipun masyghul yang terasa, namun lekas jari ini menguatkanya
Karna cinta padanya yang jauh nan di sana telah mampu menghadirkan dirinya
Dalam setiap detiknya
Hingga mampu untuk daku memahat telapak tangan ini untuk indah wajahnya
Mungkin
Memikirkan tentang sebuah silu
Bukan meliuk atau melengking yang ala kadar
Namun bak hantaman ratusan batu pada tanah yang gempar
Mulai dari mana, mulai dari kapan ada kabar akupun tak mengetahuinya
Tentang kesungguhan terbukanya lembar baru
Tidak berbicara aku, tentang 5 tahun lalu
Tidak sadar 5, 10, 15, 20 hari yang lalu
Aku mulai untuk ragu
Yakinkan aku pada hati yang telah lama kelam ini
Kosong, hampa, hampar yang terasa ini
Sangguppkah, sungguh terbuka karna pria ini
Entah hati siapa yang terbuka untuk menghampiri
Atau hanya tubuh, mata, raga yang berhalusinasi
Bukan tentang kebahagiaan karna mencintai ini
Tapi karna goresan impian lalu selalu menghantui
Mungkin sebuah kisah akan dimulai hari ini
Mungkin ini sebuah keraguan hatiku
Namun aku percaya akan campur tangan Tuhan
Aku hanya tidak bisa membayangngkan bagaimana indah kisah cinta ini bermula dan berhilir
Jika tangan Tuhan telah bercampur …
