Puisi-puisi Pringadi Abdi Surya

Menu Asing, Aku Berutang Padamu Satu Jalan Pulang, dan 3 Puisi Lainnya

Menu Asing, Aku Berutang Padamu Satu Jalan Pulang, dan 3 Puisi Lainnya
Ilustrasi. (Nancy Standlee/nancystandlee.blogspot.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Menu Asing
 
kita adalah sepasang kekasih
tetapi tak pernah saling menggenggam
bertemu hanya untuk duduk, melihat menu
memesan makan malam
tetapi tak juga saling bertatapan
yang kutahu kau hanya tertunduk, dan kudengar sebuah isakan
aku menanyakan siapa yang telah berani
membuatmu menangis
lewat sebaris kalimat di dalam pesan singkat
kau menjawab pengetahuan
juga tuhan yang ternyata mahatahu
termasuk sejak kali pertama bertemu
menjalin hubungan hingga menu apa
yang akan kita pesan, apa yang akan terjadi kemudian
dari kuncup bunga hingga gugur kelopak terakhir milik mata
segala telah ditentukan
untuk apa lagi percakapan, perdebatan, kecupan, dekapan
kalau itu tak dapat mengubah sesuatu
aku juga ingin menangis
tetapi pria tak seperti perempuan
ada banyak hal yang lebih berkecamuk
bangsa, negara, itu nanti saja
apalagi tuhan dan pengetahuan 
aku lihat daftar menu, sebelah kanan terlebih dahulu
lalu teringat bulan yang hampir mati
hanya ada air putih di kepala
dengan es yang cukup untuk mengguyurnya
seperti tantangan dari orang ternama
apa besok kita dapat hidup atau mati sepele
tersedak, ada bom, atau meteor jatuh
pulang dari sini kecelakaan lalu lintas, terlindas
waktu
bicara atau diam, waktu tidak peduli
kita adalah sepasang kekasih, waktu juga
tidak peduli kita tidak pernah saling menggenggam waktu
apakah peduli
tuhan, 
apakah maha peduli?
 
 
 
Aku Berutang Padamu Satu Jalan Pulang
 
aku bertamu padamu di desember itu
membawa bunga tulip
lambang depresi besar yang kini kembali
mengenalkan dirinya sebagai khidir
 
di perjalanan aku terjebak kemacetan
bukan hanya dadaku yang lalu lintas
perasaan mengenaimu yang selalu bebas
 
ketika kubuka jendela sedikit, udara 
berbau sakit, apa yang marah di mata
mereka membakar ban, menelan korban
seolah menang sebelum mengapikan tuhan
 
desember yang kukenang tidak mengenal
darah hitam kental
 
desember yang kukenang adalah
royal opera dibuka di taman covent dan
pietro mascagni tak bermain di sana
 
tapi pemuda itu, yang percaya ibrahim
mempertontonkan alusi namrud di istana
 
aku tidak pernah sampai ke rumahmu
pada desember itu, bunga-bunga tulip
membumbung tinggi ke langit
menjadi balon-balon sabun
 
siapa percaya, balon-balon sabun itu
bisa meletus kapan saja
siapa menyangka, berkat itu
aku berutang padamu sebuah jalan pulang
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri