Puisi-puisi Shalu Alfin Rizal

Malaikat di Tahun Baru, Bertanya Pada Malam, Puisiku, dan 2 Puisi Lainnya

Malaikat di Tahun Baru, Bertanya Pada Malam, Puisiku, dan 2 Puisi Lainnya
Ilustrasi. (Helga Dieckmann/saatchiart.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Malaikat Di Tahun Baru
 
Masih segar di ingatan kala telingaku dijejali bunyi terompet
Semua mulut meniupnya dari pelajar hingga pencopet
Orang tinggi besar mendatangiku dan menawariku satu terompet
Ia menyuruhku membeli terompetnya, 
dibonus doa namun sedikit memaksa, Kampret!
 
Dari tahun ke tahun, selalu sama
Terompet, doa, harapan dan berpesta
Dari tahun ke tahun, tak ada bedanya
Masih nganggur, masih bingung, masih berdosa
Dari tahun ke tahun, 
yang berubah Cuma angkanya saja
 
Kali ini Segerombol muda mudi naik ke atas bukit
Terompet dikalungkannya sambil lari terbirit-birit
Sekantong kembang api melekat di punggung kecil melillit
Melirik arloji seraya memohon jangan hujan pada langit
 
Dengung .. detik berdengung, memberitahu
Mbokya santai menghadapi tahun baru
Sesantai dapurmu melewati tahun lalu
Mbokya ndak usah hura-hura atau persta pora
Kalau ujung-ujungnya tindak tandukmu makin bahaya
 
Aku bersembunyi
Merasa takut .. tak siap .. 
bagaimana .. kalau ..
Terompet-terompet yang ditiup pada malam ini ...
Ditutup fajar nanti dengan terompetnya Isrofil ?
 
Djogjakarta, 1 Januari 2016 
 
 
 
Bertanya Pada Malam
 
Hai, malam
Benarkah engkau adalah kesunyian ?
Sebab suara-suara yang kudengar saat kau tiba
Tak lain adalah tumbuhan hewan dan para manusia
 
Hai, malam
Benarkah untuk pertemuanmu dengan pagi
Kau sengaja berubah menjadi fajar?
Sedang perpisahanmu dengan siang
Sengaja pula kau berubah nama menjadi senja?
 
Hai, malam
Hanya sebagai manusiakah aku dalam pandanganmu?
Kau seperti tak peduli pada diriku
Sebab kurasa kau hanya dating kemudian pergi
Bersama waktu yang sungguh sombong itu
 
Rindu dan tanyaku
Sakit dan kecewaku
Tak membuatmu tinggal lebih lama
 
Hai, malam
Aku bertanya padamu!
Sebab sunyimu lebih baik dari berisik dusta manusia
 
Sewon Bantul, 1 Agustus 2016
 
 
 
Puisiku
 
Perjumpaan kita,
Ialah jumpa tanpa tatap muka
Membuatku tak tahu bagaimana rupamu
Kukira begitu pula dengan dirimu
 
Perjumpaan kita
Ialah temu penuh misteri
Juga bersua laksana emosi
Akibat resah dan dosa dalam hati
 
Puisiku
Persahabatan kita,
Serupa persahabatan hujan dengan air, ya!
Atau mirip kelindan panas dengan api
Bahkan persis huruf dengan garis, kan?
 
Tak usah peduli apa kata orang
Tentang kepuisianmu dan kepenyairanku
Kita adalah sepasang nasib
Sebab kau akan disebut puisi
Saat aku disebut penyair
 
Magelang, 20 Agustus 2016
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri