Puisi-puisi Majenis Panggar Besi

Tentang Seekor Anjing yang Tinggal di Dalam Kepalaku, dan 2 Puisi Lainnya

Tentang Seekor Anjing yang Tinggal di Dalam Kepalaku, dan 2 Puisi Lainnya
Ilustrasi. (Januz Miralles/pinterest.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Tentang Seekor Anjing yang Tinggal di Dalam Kepalaku
 
Salju berjatuhan di luar jendela, anjing itu mati tanpa sempat aku mengucapkan kata selamat tinggal yang pantas untuknya. Aku bahkan tidak bisa memberikan air mataku untuknya. Anjing yang malang. 
 
Anjing itu telah mati, tapi aku masih hidup. Aku salah bila menyebutnya sebagai anak malang, karena sesungguhnya, akulah yang malang. Anjing itu telah mati, tapi kenangan akan dirinya masih hidup di dalam diriku. Dan sekarang, setelah dia mati, aku harus menanggung kenangan itu sendirian. Ah, manusia yang malang.
 
Salju berjatuhan di luar jendela, menumbuhkan hal-hal yang sama sekali tak aku inginkan. Pohon-pohon yang tak aku inginkan itu tumbuh bersama segerombolan semak berduri yang sengaja aku semai. Lihatlah, betapa dua hal yang saling bertentangan itu bisa hidup berdampingan. Hidup dengan cara saling membelit yang lain. Kepalaku adalah saksinya, tentang obrolan di antara mereka, mengenai siapa yang lebih bisa membikin luka.
 
Anjing itu telah mati, tanpa membawa serta ingatan tentang dirinya ke dalam kematian. Aku tak tahu, ingatan tentangnya akan tumbuh menjadi apa di dalam diriku. Yang aku tahu adalah dia telah membawa sebagian dari diriku ke dalam kematiannya, tanpa meninggalkan sedikitpun dari dirinya untukku. Manusia yang... anjing yang... ah entahlah, aku tak tahu. Siapakah di antara kami yang lebih malang.
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri