Puisi-puisi Dwi Agustia Ningsih

45, Hujan, Tentangmu, Gadis, Duka

45, Hujan, Tentangmu, Gadis, Duka
Ilustrasi. (Guenevere Schwien/fineartamerica.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
45
 
Jari – jari mungil mulai menggelitik
Antara tanah – tanah ber – anarki
Mata – mata kecil lantas menyapa
Sorot – sorot tajam membuta.
Tanah tandus membasah
Peluh – peluh pertumpahan
Merah putih dalam cengkraman
Memaku segala kekuatan.
Disini,,,tanah anarki
Jari – jari kecil penuh 45
Pahit tak jadi rasa
Manis tak terpeduli.
Jari – jari kecil tak rasa lemah
Hati yang bertopang yakin
Sebuah merah putih jadi kanvas memori
Saksi bisu sebuah peluh yang berpejuang.
 
45 yang tak menyamai
Hilir mudik terbawa detak waktu
Namun, jiwa sama
Peluh yang berpejuang akan merah putih.
 
Rabu, 30 Agustus 2016
@Agustya
 
 
 
Hujan
 
Pagi ini,
Kuhirup harum ampo
Bukti tanah – tanah basah
Berderu antara bisingan hujan.
Kulirik rintikan,
Menyiratkan sebuah kisah rindu
Terlukis antara kanvas – kanvas hidup.
Terbersit detik itu,
Kala aku tak lagi beradu,
Berdiam dalam remang,
Lantas hilang tertendang.
 
Sekilas, senyumku mencuat
Berdering merintihkan suka
Namun, berasa tertusuk tombak
Yang menggulungkan ribuan kilo harapan
Menciut sedetik itu.
Kala gurih – gurih yang bermanis dalam bibir
Ucap yang tak ingin kuhirup.
 
Hujan ini,
Aku disudutkan pada berkasmu
Ingatkah kau kala aku meniup indah sirat matamu?
Kau menyuguhkan senyum manis 
Namun, terasa pahit kala ini.
 
Dalam rintik ini,
Kujulurkan segalanya,
Biarkan riaknya mengalir bersama
Hanyut dalam deruan waktu.
Lenyap dalam sirat mata,
Juga likuan rasa.
Selamat tinggal berkas – berkas lalu.
 
Rabu, 30 Agustus 2016
@Agustya
 
 
 
Tentangmu
 
Jiwaku yang berdesir,
Membawamu mengolah fatamorgana
Dalam diri yang terombang ambing,
Aku mengikuti.
Imajinasi terus mengekori
Jiwa – jiwa yang penuh ambigu
Rasa bahagia kala itu.
Aku yang bersemayam dalam kisahmu.
 
Detik terus berganti,
Membawa palung – palung berparas indah samudra,
Jatuh namun mati rasa,
Sakit namun berbahagia.
Menipu? Atau tertipu ?
Entahlah, kala itu senyummu yang jadi manis hidupku.
Tak peduli cicak – cicak yang berdempel di dinding – dinding kita,
Saling beradu dan mengocek sorot – sorot mata kita.
Seakan senyum namun bersirat kesinisan.
Benci ? ?? tidak.....
Aku nikmati kala itu,
Namun, kini rintih sakitku berdalih rindu...
Kala mata tak lagi berbias khayal,,,
Kala jiwa tak lagi terbangun dari sayap – sayap mimpi,
 
Rabu, 30 Agustus 2016
@Agustya
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri