Puisi-puisi Leily Nirwani

Firasat yang Bertikai, Menjemput Mabrur, Pintaku di Lima Waktu, dan 2 Puisi Lainnya

Firasat yang Bertikai, Menjemput Mabrur, Pintaku di Lima Waktu, dan 2 Puisi Lainnya
Ilustrasi. (Marion Vaneijkeren/saatchiart.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Firasat yang Bertikai 
 
Apa yang kukulum dalam senyum yang menguntum adalah buah rinduku yang hampir meranum 
jejak-jejak dari telapak beku telah tertinggal namun luka tak jua tertanggal 
dimana kan kucari dermaga kasih sesuci bulan putih 
sementara kemudi telah patah dan lampu pesisir terang-redup sinarnya
takkan mudik rakit ke hulu jika rindu masih membiru dihujam pilu
ini bukan endapan air laut yang mencipta butiran garam tapi hangatan air jernih dari bawah dahi yang tengah kuperam
menyulam ketabahan lebih menggigilkan dibanding menyusuri malam dalam hujan
 
Ayah, kutahu cintamu pada laut tak pernah luput
tak hanya lumbung rezeki, laut bagimu serupa sahabat sejati;  
“Tepian laut seperti pangkuan kaki bumi tempat peraduan merebahkan kepenatan sedang julur ombaknya adalah belaian tangan selembut beludru membelai dagu”.
 
Langit beraut pekat dibalut cuaca sekarat menjelma firasat buruk yang menjerat erat
kakiku terlipat di bangku pantai menanti bayangmu tak juga sampai
pada tunggu tak berpintu kukemas cemas yang bertabuh 
duhai laut yang airnya tak setinggi lutut, cemasku benar-benar berlubang kalut bersebab malam telah larut; jangan biarkan ayah melaut dengan badan tanpa sampan atau tidur di bilikmu yang tak berdipan.
 
WSC, 28 Agustus 2016
 
 
 
Menjemput Mabrur 
 
Azzam yang diperam sedari Muharram 
semacam hasrat berkelebat hendak menyandang kain ihram sebening air zam-zam
sungguh mengusik kulit rindu yang terlalu lama menggebu 
lalu sisiknya mengayak asa untuk segera menjamah Baitullah
 
Sesumir mari kita lesapkan segala pemicu dosa hingga ke celah-celah raga agar takabur tak melebur mabrur  
segenap tirakat yang tersirat tatkala ibadah haji dimaklumat : niat yang murni karena Ilahi bukan pula mengharap puji, bekal yang halal dipintal serta merta memecah kerikil riya saat gelar telah bertambah. 
 
Pun seusai predikat haji digapai, hati benar-benar sudah dicuci bukan dengan berbagai pewangi melainkan menghimpun ibadah yang tersusun di rukun dan tali silaturahmi mesti lurus tak boleh terputus. Senantiasa menjalankan syariat agar selalu mendekat dan sememangnya kita harus semakin taat.  
 
WSC, 29 Agustus 2016
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri