Puisi-puisi Astria Tiara

Kita Indonesia, Puisi Patah Hati, Lintah Dunia, Stasiun Kota 121, 30 Malam

Kita Indonesia, Puisi Patah Hati, Lintah Dunia, Stasiun Kota 121, 30 Malam
Ilustrasi. (Leonid Afremov/ericdebarros.tumblr.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Kita Indonesia
 
Koloni memangku nona di ujung senandung malam
Berbondong-bondong mengibar bendera perang
Prajurit tabu saat itu
Hingga memanggul pilu ribuan tahun
               Peluru jatuh di mana-mana
               Tombak mengadu diam-diam
               Prajurit tersiksa, menangis menjerit derita
               Mereka merangkak, berdarah untuk sang merah putih
Kita pernah lemah tak berdaya
Kita bangkit dan marah-marah
Mengubah api menjadi rumput
Meski jurang kematian telah menunggu
 
 
 
Puisi Patah Hati
 
Ini bukanlah puisi patah hati
Yang tak pernahku harapkan
Yang mungkin kau dambakan
Tidak ada jingga atau merah hati yang ku sertakan
Warna yang redup malu kini berjaya
Engganmu menyentuh setitik luka yang kau gambar sendiri
Engganku menghapus satu nama yang kau benci
Kini kita menggunung rindu satu sama lain
Rindu dua arah di jalan yang tak pernah kita lalui
Kemudian,
Ingatkan aku ini bukanlah puisi patah hati
Yang tak pernah ku harapkan
Yang mungkin kau dambakan
 
 
 
Lintah Dunia
 
Aku adalah si Pendosa yang memanggil-Mu di sepertiga malam
Mengemis iba dan ridho-Mu
Padahal aku si Pendusta berlapis kain yang Kau suci kan,
Si lintah di balik topeng
Malukah aku di hadapan-Mu?
Tak terlintas sedikitpun di khayalku
Takutkah aku pada dunia?
Lebih dari aku takut pada-Mu
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri