Puisi-puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Tingkok dan Cerita Parakkangan, Kita Mengejar Kata, dan 3 Puisi Lainnya

Tingkok dan Cerita Parakkangan, Kita Mengejar Kata, dan 3 Puisi Lainnya
Ilustrasi. (Nez Peek/saatchiart.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Tingkok dan Cerita Parakkangan
: Kasiana Lubis
 
Perempuan yang tidur di atas gulung rambut panjang adalah kau, yang risau tajamkan masa depan, tentang cinta dan persahabatan yang saling bertindihan.
 
1.
Dalam sosok rindu, Tingkok memang bukan Tiongkok atau Bangkok, sebab Tingkok masih hitam dan panjang oleh kekolotan, masih putar di rasian kekalutan, sejak kau lahir di tahun 90 an.
 
Tapi katamu dunia kencang berputar, orang-orang tak lagi bertengkar di kebun kacang saban petang, anak-anak telanjang telah lama kehilangan kapar.
 
Jiwa mereka mendadak barbar, sejak teknologi marasuki ke ceruk-ceruk jiwa mereka yang bagai buah busuk di lepas tampuk.
 
Hanya dongeng ibu yang terus kaubawa, sembari mencatat dengan wibawa ceritera para Akkang yang bakkang.
 
2.
Di sumur masjid An Nur, kita kombur bagai tak takut sembur kubur. Kita mencuci darah bulanan, sambil mandi dengan busaen sedikit transparan, meski kita gamang bahwa tetua pengurus masjid akan mengusir seolah-olah kita kafir.
 
Tapi inilah kita, anak-anak kampung dengan nakal jiwa dijujung, lagi pula tak mungkin saban pagi kita ke Khaiti, sungai yang banyak mengapungkan kuning kotoran, sampah-sampah dan entah apalagi.
 
Jiwa kita yang malas, yang wanita dan gadis SMA lebih gampang apatis daripada gubris.
 
3.
Kau ingatkah Misran, yang membuatmu menggandakan kunci hati yang merah demi kasmaran, mungkin ia pernah memberimu ciuman, seperti dunia akan kehilangan bundar, padahal tak lebih segalanya upaya bibir menyembunyikan liur hambar.
 
Rosida pura-pura bahagia, meski cintanya retak tiga, Mardiati sakit hati tapi mencangkok hati seolah suci, lalu Ria menggoda riang, seolah cinta memang gelagat untuk bersulang, Rosma Rosmi tetaplah kembar resmi yang tak gampang mengembara hati ke biri-biri yang berbulu kelamin lelaki.
 
4.
Kau ingatkah Taufik, yang seksi dan kadang munafik, menampik ajakan gadis-gadis cantik untuk mengobral kuluman di puting cantik.
 
Bagaimana dengan Ari yang tingkahnya bagai amit-amit ari bayi, yang gampang mencuri dan mengambang semua barang curian diberkati ilahi.
 
Apakah Dona masih menganggapmu perempuan berambut panjang dengan kacau aroma?
 
5.
Bulu romaku berdiri, roman picisan di atara kita tak lebih kitab kanak-kanak yang gampang emosi.
 
Kubawa diri ke tepi api, berharap apa yang kutulis ini hanya cahaya malam yang dipadamkan pejam mata Saida.
 
Lailatuka Saida, selamat malam bumi yang kini memar di lekat mar-mar dan keningku yang gampang terbongkar.
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri