PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
Kontemplasi
"Pergilah kau untuk sebuah gubuk.Disana akan kau rasa tentang menetap"
Begitulah sebuah dalam yang mesti terselam
Memantik api menyalakan unggun bila malam-malam semakin mengurung
dalam murung dan semua kungkung
ada yang tercekik tanpa menjulurkan suaranya yang pedih
sepiku menjadi taman-taman batu
tanpa seorang perupa yang memahat wajah untuk dikenal
atau semua telah menjelma dengan sendirinya
pada sebuah renung yang berkobar dalam sekam
"Kemana dia yang biasa dating tanpa rupa. Sebiasa tak pernah gundah jadi gelagah"
Kuingat seakrab hembus yang kautiup di nyali-nyali
dan ruang-ruang yang terkunci.
Siapa membuka?Ini hanya bualan tanya yang semakin ganjil
Tapi selalu kita mengayuh jadi perahu dalam arus yang melantun
dan membawa sekejap perjalanan yang kita suka
Ya, setidaknya menikmati segala yang sempat berlari
mesti tak perlu titik seperti yang digariskan dalam sebuah rumusan
dan teori-teori yang kaupajangkan di ujung pelangi
" Kau ingin sampai dan menjadi pengheningcipta yang menggema?"
Kita Cuma menekur merapalkan doa-doa segala singgah jadi muara
Lalu membolakbalik kitab-kitab digarisbawahi titah segala sabda
seseorangkah yang telah menjadi dewa?
Di Istana Siak
Kita bukanlah si baru membaca ruas dalam tatap
juga sipelancong menghirup aroma sejarah
di selembar daun lontar dan uap arus sungai siak
tapi si penggali yang tersangkut rindu di akar rengas tepian
saat surut pasang tak lagi tertebak
membalikan selembar cerita pernah terguris di pagar dinding istana
mengeja tentang kepak sayap burung tegar membata
lantunan petik komet hadirkan bethoven dan bach
dan gelas-gelas kaca yang tergeletak di hidangan meja sang raja
pada angka dan wajah-wajah yang dulu akrab di masa kanak
kita pernah berlarian mengejar bola dalam hujan di halaman
menendangnya hingga pecah dan menggulirkan jauh dimana
kedatangan adalah sebuah kepergian yang awal
dan pertemuan adalah saat untuk mengukur
sedalam apa ia kembali untuk dikenal
Maredan
sebuah tanah lengkung menghubungkan
aku sejenak berdiri di atas merah kuning batuan aluvial
semayam tualang dalam pandang
pekat arus sungai hinggap menatap
kau telah hadirkan geletak sunyi di antara kapal yang tertambat
dan sedenting riak arus dalam degup jantung
semakin menembus
Maredan aku kembali tak ingat bila ini pernah hadir
di satu mimpi telah kita tamat
pertemuan ini kali cuma sebuah rindu masih tersekat
di tengah akarakar melata di pinggiran sungai bertanah liat
menjadi air merembes di antara humus
dan arti arti yang selalu kita labuhkan menerjemahkan
seribu kamus
pada yang telah kutinggalkan
seperti cukup bagimu untuk kembali kau kenal
bila sesekali runtun napas tak lagi mampu
berpacu
melintasimu
Lintuah
Di persimpangan itu ada hinggap sempat berlalu
kuingat selembar kisah yang tertanam
disudut pagar halaman
bungo rayo dan kembang sepatu
atapnya adalah sirap yang beruntun berpayung kaum
dindingnya adalah tabir yang berlipat-lipat merangkai karib
di dendangan sela bansi nan menusuk
dia menghela helat sepanjang musim yang tanam
serentang panen yang ranun di geliat pematang
Tak mungkin hampa kisah di gilasan putaran roda
si pendongeng tua tempat bertanya tak lagi tahu arah kemana
si pelanglang yang meriap rumah gadang
entah sua rimba dimana
Tonggak tua itu semakin rabuk termakan usia
kehangatan itu mulai menghambar terusik angin
di pintu dan dinding tak berjendela
rubuh dan lintuah di satu
rindu yang tersentuh
Senja Dangau Kawa
Bagai senja yang kembali racik dari ujung dedauanan
Kitapun kembali gelar seseduh kawa
di atas landaian sayak dan sayat semakin tanak
di atas lapik dan tasik yang mungkin usik
sepotong masa lalu kembali datang
mengetuk pintu tak berpalang
di sila lipatan udara semakin lembab
bentangan sawah-sawah kosong baru dipotong
segerombolan ruak-ruak putih mencelupkan sayapnya
dalam sisa dan layaran biru langit semakin kelam
Ah, semua cukup teramat manis di teguk
berangsur kikis
seperti dalam matamu dan sudut yang kau layangkan
di tepekurku dalam mengguris
Bagai senja yang kembali racik dari ujung dedaunan
ada yang kembali tumbuh
di tunas senja perlahan terbenam
