Puisi-Puisi Nadya Puspitasari

Seloka Angan Dewangga Atmaja Bangsa, Sorakan Seorang Pemuda dan Tiga Puisi Lainnya

Seloka Angan Dewangga Atmaja Bangsa, Sorakan Seorang Pemuda dan Tiga Puisi Lainnya
ilustrasi. (fayehall.com)

 

PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
SELOKA ANGAN DEWANGGA ATMAJA BANGSA
 
Atma bangsa  bentang angan bak dewangga
letih jelata mengumbar tenaga
peluh beruarai tak memakan upah 
kami ini manusia atau hewankah?
 
Atma bangsa rindukan harum bunga nuansa
Bebaskan kami wahai kaum barat
Tidakkah kau bangun 
Lihatlah tumpahan darah yang kau buat
 
Seruan derita pun bergejolak :”kami atma bangsa gigih rentangkan merah putih berkibar hiasi dirgantara nan dewanggaa, kami atma bangsa berikrar dharma demi nusantara capai sang singgahsana, kami atma bangsa berpeluh darah korbankan nyawa demi kekasih ibu pertiwi bumi indonesia.
Maju.....
Gentarkan bumi pertiwi...
Runcinglah bilah panjang, asah hingga tajam
Satukan rasa, himpun cita beragam
Hentikan tumpahan darah di bumi pertiwi yang terancam
Majuuuuu indonesia..... 
kerahkan bala penjunjung bangsa
kibarkan sang saka demi atma atma berjasa
arahkan gandewa binasakan mereka yang berkuasa
 
dengarkan seloka atmaja bangsa:” ku teguhkan dengan dharma bakti bela bangsa kibarkan sang saka merah putih, korbankan nyawa gapai cita bumi pertiwi. Merdeka bangsaku merdeka nusantaraku tercinta 
INDONESIA...
 
 
 
SORAKAN SEORANG PEMUDA
 
Cendrawasih serukan lontar periring berudu kekuasaan
Sorakan gajah tanda singgahsana terpenuhi
Lisan emas mulai merangkai aksara dharma
Dharma agung terdengar nikmat, sajak ilusi pangeran berdasi semata.
Manis lisanmu berulas emas, berakar rotan tak ada habisnya
Dengarkan Dharma baktinya :
“  rakyatku sebangsa dan setanah air
tidak akan ada lagi kemiskinan, kelaparan 
pembangunan akan terjadi dimana-mana
percayakanlah jabatan ini, ini bukan janji semata
ini janji bakti pemimimpinmu”
“lisanmu penuh dusta, tidakkah kau lihat 
tangisan rakyatmu meronta 
arwuda jiwa tanggungan baktimu 
 
mana janji baktimu?
lihatlah sedikit lewat kacamata mewahmu
gubuk-gubuk reok berjejeran bertemankan gunung sampah
saat hujan turun mengguyur, atap gubukpun tak tampak 
tenggelam dalam genangan air
 
mana janji baktimu?
Para tunas bangsa , menuntut ilmu ditatapan alam terbuka
Tak kenal hujan biarpun  panas, cucuran keringat bukti akan asa 
Sang penerus bangsa
 
 
 
SELOKA SAJAK PENGAKHIR TANGIS
 
Seloka ini hasil buliran air tangisku
Bausastra cerita awal kisah ceria tanpa luka
Bausastra putih abu abu menjadi tinta bahagia pengisi lembaran buana
Memori membawaku lintasi antariksa tuk sedikit menghapus isak ini
Kita awali lembar buana ini dengan bahureksa yang kau beri
Ya.... bahureksa indah yang terlingkar ditangan kita
Langkah kaki memulai hari dengan balutan putih abu abu 
Kisah itu layaknya air yang selalu mendamba untuk hanyut di buaian samudra
Terlukiskan cita, cerita indah dan selipan lara karena kau tahu jika ada gunung yg menjulang maka ada lembah yang tak terlihat
Sudut bibirmu yang tertarik indah ingatkan senyuman hangat yang selalu tampakan keikhlasan pemiliknya
SAHABAT apakah itu kata yang dulu sering terurai dari bibir ini 
Habiskan hari penuhi kewajiban untuk duduk manis dan dengarkan ilmu yang diberikan guru
Jalani hari dengan asa yang sama 
Kau yang salalu hadir dimuka rumahku untuk pergi ke biang ilmu bersama
Kau yang selalu ajarkanku untuk selalu tersenyum
Takkan ada duka bila kau tarik sedikit bibirmu dan itu indah KAWAN
Kau yang selalu ajarkanku untuk hargai kehidupan
Jangan pernah sesali kehidupan atau bangkitkan gundah yang mengundang gulana
Aku patrikan itu dan ku sajakkan dalam kalbu 
 
Memoriku membawaku menyebrangi antariksa:
 “kita awali asa ini bersama kawan, dan kita akan akhiri-nya dengan bersama pula, kau selalu ada disetiap hatiku berkeluh kesah kau siram kebahagian tuk lunturkan lara itu. Kita awali lembar ini dengan balutan abu abu bersama dan akan terlepas bersamaan dengan angan yang tlah kita capai bersama. Angan 2 putri kecil yang selalu pancarkan rona gembira, patrikan itu”.
Kata-kata itu terus terngiang hantui benak kabut ini 
Haruskah kau pergi, haruskah ku kenang lembar putih abuabuku dengan tinta hitam yang mengerikan
Mana janji itu kawan.......
Teganya kau tinggalkan fana ini 
Teganya kau tinggalkan angan bersama itu
Teganya kau meninggalkanku di fana yang kejam ini
Kisah itu akkan menjadi lembaran buana yang selalu terkenang. luka yang tersimpan didalamnya menandakan kehadiranmu yang selalu setia lunturkan lara kalbu. Dan aku ... aku akan tetap menjadi sahabat putri kecil yang tak pernah hilangkan senyumnya... kuharap kau tenang disana kawan, karena 
seloka ini  menjadi akhir bulir air tangisku                                                                      
 
 
 
Pemburu Darah Rajutan Kasih
 
bukit sembunyikan auranya
lembah hilangkan embunnya
awan ratapi rinai yang kian menghajar
lepaslah keluh anat kesahmu itu
 
gelap langit halangi lentera bumi sang raja malam
rintihan lembut aliran air dengarkan lantunan rindumu
terpaku dalam hilangnya keindahan pemakan senja
jangan kau tekuk kakimu
jangan kau gigiti jemarimu
jangan kau halangi dua mata indahmu dengan helaian hitam itu
 
melodikanlah kawan, hentikan kesahmu itu
berirama dan bernada
tak ada indah sedikitpun rinai yang kau buat itu
melodikanlah kawan, itu asamu
ciptakan harmoni iringan simfoni
 
duri tampan yang menggoreskan luka itu 
tak sedikitpun berarti
terlebih ia kumparkan benang merah sang pertanda
luka yg berbekas tetaplah luka
hina yang merekat tetaplah hina
tak usahlah kau ingat sang duri pelindung mawar
karena duri tetaplah duri
penusuk handal pemburu darah rajutan kasih.
 
 
 
DUSTA
 
Kutepis dendam berselimut kabut
Bergelora semu ratapan tak wajar
Manis lisanmu berulas emas
Berakar rotan tak ada habisnya
 
Rotasi hidup  merangkum  asa
Asa manusia akan lencana
Lencana putih di angan sana
Angan indah penuh makna 
 
Tetes dusta menyelubungi jiwamu
Tetes dusta mengubah asamu
Tetes dusta membunuh anganmu
Tetes dusta mencabik fanamu
 
 
D…uka menghampiri harimu
U…ntaian kebahagianmu beranjak
S…eruan dusta mengundangmu
T…angisan haru menandakan
A…khir akan asamu
 
 
Nadya Puspitasari biasa dipanggil Nadya. Saya berusia 19 tahun dan saya merupakan salah satu mahasiswi jurusan Teknik Sipil di Politeknik Negeri Sriwijaya.
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri