Puisi-puisi Agus Sulton

Satiah Bersiul di Toilet Pasar, Instrumen Angin Sore Itu, Penjual Jaket Kulit di Pinggiran Sungai

Satiah Bersiul di Toilet Pasar, Instrumen Angin Sore Itu, Penjual Jaket Kulit di Pinggiran Sungai
ilustrasi. (Adam Elsheimer/paintinghere.com)

 

PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
 
Satiah Bersiul di Toilet Pasar
 
Saat orang sibuk menikmati mimpi, aku sudah tersajikan prosedur administrasi kenyataan pagi yang hendak menggigili perasaan pasar birokrasi keberuntungan. Pembeli berteriak melengking, sayur dan pisang memanjang dibuatkan sabda yang enggan lagi dimasak untuk lelaki yang merindu beringas vitalitas, menyambut puting-puting yang mulai basah.
 
Sutinah bergegas lari ke toilet, memegang senapan tumpul dan melampiaskannya di sepertiga pagi, berhenti sejenak berucap lirih diikuti siul menggairahkan. 
 
 
 
Instrumen Angin Sore Itu
 
Pemajemukan trotoar kota terbaca ranumnya siang yang menghampiri sore. Berlubang, penuh sampah plastik dan botol meleleh membentuk instrumen angin mematikan. Orang yang melintasinya-sibuk meludahi kritik, tidak lagi meninju nurahi pola nikmat pesona-pesona akan keletihan taman kota.
 
Berilah penghamba-penghamba catatan ringan sore itu untuk sore berikutnya. Kapsul penyadaran belum mampu mengobati gigil sudut-sudut persimpangan dan keriuhan tradisi menyampah.
 
 
 
Penjual Jaket Kulit di Pinggiran Sungai
 
Jaket adalah hasrat yang belum bisa diganti dengan secangkir kopi atau pandangan seikat rokok yang tidak bisa tersulut api dan tanpa asap. Jaket digantung di tepian jalan, di pinggiran sungai, di baja-baja pembatas jalan, dan tertumpuk di rak-rak pinggiran dermaga.
 
Semakin malam penjual jaket mulai berdatangan. Beragam corak tersedia cukup pilihan untuk konsumen. 
 
Jaket merupakan tumpuan-seakan-akan penyembelihan lapis kafan yang semakin memanjang, memotren kehidupan tiang-tiang listrik tanpa arus yang teraliri. Kami bukan perusak moral penonton manusia belia pada menziarahi malam-malam di tugu taman beralaskan rerumput. Darah-darah keluar bercucuran; membasahi jaket, dada, dan perutmu. 
 
Dadaku pelan-pelan mulai terbelah, rambut-rambut menyimpan norma dan manusia pendosa bertelanjang, terpelanting di meja-meja persidangan. Tapi percayalah, aku hanyalah penjual jaket sederhana di pinggiran sungai, hasilnya tidak menentu, tak cukup untuk membeli supir angkot atau mengobati spilisku yang sudah mulai menggerogoti tubuh dan kelangkang. 
 
 
Agus Sulton, dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang. Hasil penelitiannya mengenai sastra dan tradisi budaya lokal banyak diterbitkan di berbagai media daerah dan nasional; koran, internet, jurnal JUMANTARA PNRI, BALAI BAHASA JAWA BARAT, POETIKA UGM, Jurnal Basa dan Sastra UPI, jurnal PARAMITA UNNES, dan majalah Jawa (Panjebar Semangat dan Jaya Baya). Selain banyak meneliti mengenai prasasti, codicology (manuskrip aksara Jawa dan manuskrip Islam), dia juga menulis hasil cerita-cerita rakyat yang banyak berkembang di Jombang dan Kediri. Hasil tulisannya yang sudah diterbitkan adalah Tetesan Tinta Air Mata (kumpulan puisi), Sketsa Tak Bermantra (kumpulan puisi), Berhias Mata Kaca (kumpulan puisi), dan novel Rembulan Bernyanyi (Novel) dan buku Konspirasi Kecemasan Sastra (FIB UNAIR). Disela-sela research keilmiahan, dia juga gemar main gamelan dan banyak mentransliterasi manuskrip-manuskrip beraksara Jawa. email: [email protected]


Berita Lainnya

Index
Galeri