Puisi-puisi Peta Nurjana

Semarak Hujan, Jangan Durhaka, Bisik Mahasiswa Tingkat Akhir, Ayah, Sendiri yang Membentak

Semarak Hujan, Jangan Durhaka, Bisik Mahasiswa Tingkat Akhir, Ayah, Sendiri yang Membentak
Ilustrasi. (Florin Coman/saatchiart.com)
PESERTA LOMBA CIPTA PUISI HUT PERTAMA RIAUREALITA.COM
 
 
Semarak Hujan
 
Jeritan katak-katak memelas 
Sepanjang hari hingga sore tiba
Anak-anak terduduk diam ditumpukan sekam berjamur
Sepanjang musim saling melihat dengan tatapan harap
 
Tanah ini tidak lagi rata
Tanah ini cukup sakit karena debu yang tebal
Tanah ini lebih menyerupai bunga kaktus yang mekar
Air menjadi mahal, membuat tanah semakin sakit
 
Anak petani ini tau betul perasaan padi kecil itu
Padi kecil dan petani yang malang
Kemalangan ini menjalar pada buku sekolah yang tak terbeli
Membuat anak petani semakin diam 
 
Anak petani itu membuat gerakan-gerakan kecil 
Anak itu berdoa, dia pandai berdoa
Karena itu katakpun ikut berdoa bersama anak petani 
Doa itu adalah air dimusim ini 
 
Karena doa mereka Mataharipun tak sanggup mendengarnya
Debupun ingin mengalah karena doa itu 
Terdengar rintihan hati yang menyayat lewat doa-doa pilu
Awanpun bersatu karena tak lagi mau mendengar rintihan 
 
Tumpukan jerami yang mulai busuk
Gumaman itu semakin lantang dari setiap yang berharap
Angin ikut bersedih hingga doa terkabulkan lewat cahaya bersuara lantang
doa itu menjadi nyata bukti bakti pada setiap yang berharap
 
bergetar bumi ini karena lompatan anak petani itu
gelaknya sungguh riang menari bersama katak 
mereka menyelam dalam kebersyukuran
Tanah ini tak lagi kaku, tanah telah sembuh bersama doa-doa kami.
 
Rumput bersorak riang seakan menari dan bernyanyi
Pesta rakyat di tanah hijau biru yang dulu kaktus
Sorak sorai gendang dan bambu sepanjang musim ini
Membawa anak petani hingga memakai topi bertali.
 
Petatopia, 2016
 
 
 


Berita Lainnya

Index
Galeri