Jadi Juara Liga Primer Inggris, Rupanya Pemilik Leicester Tak Paham Sepak Bola

Jadi Juara Liga Primer Inggris, Rupanya Pemilik Leicester Tak Paham Sepak Bola
Pemilik Leicester City, Vichai Srivaddhanaprabha.
JAKARTA - Tak ada yang menyangka sebelumnya, Leicester City sukses menjuarai Liga Primer Inggris sejak dibeli konglomerat asal Thailand, pada 2010 silam.
 
Banyak pula yang tidak menyangka bahwa sang pemilik, Vichai Srivaddhanaprabha, rupanya tidak terlalu menggandrungi dan paham sepak bola ketika awalnya mengambil alih klub tersebut.
 
Pengakuan itu diungkapkan oleh mantan Ketua Badan Tim Nasional (BTN) PSSI, Iman Arif. Menurut Iman, Vichai membeli Leicester memang untuk memfasilitsi sang anak, Aiayawatt 'Top' Raksriakorn, yang sangat gila bola.
 
"Vichai memang tidak memahami sepak bola. Ia lebih suka klub Polo, makanya klub yang dimiliki pertama adalah klub King Power," ujar Iman ketika dihubungi CNNIndonesia.com.
 
"Kalau anaknya, Top, benar dia sangat gila sepak bola. Ia yang mengurusi segala keperluan Leicester."
 
Menurut Iman, latar belakang Vichai memang bukan dari sepak bola. "Tiba-tiba ada oportunity (kesempatan), kemudian ia (Vichai) tanya anaknya, anaknya senang. Sebenarnya dia memang beli klub itu untuk anaknya," ungkap Iman.
 
Keluarga Vichai mendapat informasi dari salah seorang rekanan kompatriot asal Thailand di London. "Kalau tidak salah, pemilik lamanya dari Serbia-Montenegro yang ingin menjual klub tersebut," ucapnya.
 
Ya, pemilik sebelumnya Leicester merupakan Serbia-Amerika, Milan Mandaric, yang dibelinya pada 2006 silam.
 
Imam menerangkan, sebelum memiliki Leicester, Top yang notabene mantan koleganya juga lebih dulu punya klub Liga Primer Thailand, Buriram United," Iman menuturkan.
 
Iman mengakui cukup mengenal Top karena dulu ia pernah mengurusi investasi 20 persen saham ke Leicester melalui Cronus Sports Management pada 2011 silam. 
 
"Pemilikan saham itu hanya bertahan selama setahun karena pada 2012 akhirnya dilepas lagi," ujar Iman. Keluarga Vichai pun akhirnya memiliki saham mayoritas Leicester melalui konsorsium Asian Football Investment.
 
Meski saat itu Leicester masih berada di Liga Championship, pertimbangan utamanya untuk membeli The Foxes karena potensi klub itu. "Di sana perkembangan akademi sepak bolanya cukup bagus, fasilitas bagus," ucap Iman.
 
Namun, Iman menerangkan, kota di sana sebenarnya kurang mendukung perkembangan klub. "Kebanyakan di kota itu merupakan imigran asal India yang memang kurang tertarik dengan sepak bola," ucapnya.
 
Mungkin itu pula yang dijadikan pertimbangan Cronus Sports Managemen untuk menarik kembali saham dari Leicester. (max/cnn)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri