Harga Rokok di Indonesia Lebih Mahal dari Malaysia

Harga Rokok di Indonesia Lebih Mahal dari Malaysia

JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai harga rokok di Indonesia sudah mahal dibandingkan sejumlah negara lain.

"Kalau dilihat dari pendapatan per kapita, harga rokok kita sudah termasuk tertinggi di dunia," kata Yustinus ketika dihubungi wartawan, Rabu (9/5/2018).

Yustinus menjelaskan, harga rokok di Indonesia lebih tinggi dari negara seperti Jepang, Korea, Tiongkok, Hong Kong, Australia, Singapura, Malaysia, Myanmar, dan Vietnam.

Penilaian ini berdasarkan indeks keterjangkauan yang diukur melalui "rasio Price Relative to Income (PRI)" atau rasio yang memperhitungkan faktor daya beli ke dalam analisa keterjangkauan harga.

Menurut Yustinus, banyak orang yang terlibat di dalam industri ini, mulai dari hulu sampai hilir.

"Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah pekerja di industri rokok mencapai lebih dari 6 juta orang, sehingga efeknya terhadap perekonomian negara akan turut terkena dampak dari terpuruknya industri rokok," jelasnya.

Selama ini, katanya, industri rokok menjadi andalan pemerintah untuk penerimaan negara dari cukai industri hasil tembakau. Untuk 2018, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai industri hasil tembakau (IHT) sebesar Rp148 triliun.

"Jadi jangan dilihat hanya sebagai pengendalian, dengan harga naik kemudian semua beres. Justru ini jangan sampai membuat komplikasi-komplikasi baru yang akan merugikan perekonomian secara keseluruhan," ujarnya.

Senada dengan Yustinus, Kepala Humas Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Sujantoro mengatakan harga rokok Indonesia sudah mahal.

"Kita juga harus lihat harga 10 ribu di kita, tentu beda dengan 10 ribu di Singapura. Itu tergantung pada pendapatan domestik bruto, termasuk pendapatan per kapita masyarakat. Kalau kita lihat, kita di ASEAN juga sebenarnya harga rokok sudah termasuk tinggi," tukas Deni.


Berita Lainnya

Index
Galeri