Rilis Fatwa, MUI Haramkan Hal Ini dalam Penggunaan Medsos

Rilis Fatwa, MUI Haramkan Hal Ini dalam Penggunaan Medsos
Ilustrasi. (Shutterstock)

PEKANBARU - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) merilis fatwa tentang penggunaan media sosial (Medsos). Terbitnya fatwa ini untuk menjawab kekhawatiran terkait penyalahgunaan media sosial yang kerap dijadikan wadah untuk menyebar ghibah, kebencian, fitnah, dan konten pornografi.

"Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial untuk digunakan sebagai pedoman," kata Sekretaris MUI Asrorun Ni'am Sholeh saat membacakan fatwa tentang media sosial, awal pekan kemarin.

Fatwa MUI ini juga dimaksudkan sebagai paduan bagi warganet, khususnya yang beragama Islam, dalam menggunakan media sosial. 

Berikut Fatwa Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Medsos dalam Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 

1. Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu’asyarah bil ma’ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu ‘an al-munkar). 

2. Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.

b. Mempererat ukhuwwah (persaudaraan), baik ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan ke-Islaman), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan), maupun ukhuwwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan).

c. Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama,  maupun antara umat beragama dengan Pemerintah. 

3. Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk: 

a. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan. 

b. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan. 

c. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup. 

d. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i. 

e. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. 

4. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram. 
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia 
 
5. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram. 

6. Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i. 

7. Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak hukumnya haram. 

8. Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak  patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram. 

9. Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya. (max/mcr)


Berita Lainnya

Index
Galeri