Ngerumpi Bunga dan Kupu-kupu

Rabu, 26 April 2017 | 17:13:55 WIB
Ilustrasi.
DI suatu kota, terkenal dengan taman kotanya yang indah. Setiap hari warga kota mengunjungi taman tersebut. Pengunjung dari usia anak-anak, remaja dan dewasa. Puncak keramaian pengunjung pada sore hari. Taman menjadi tempat favorit pengunjung. Sarana merelaksasi dari kesibukan kerja, sekolah dan tempat bermain. Salah satu daya tarik taman terletak pada kebun bunganya. Terdapat berbagai macam jenis bunga di sana, seperti Matahari, Mawar, Melati, dan lainnya.
 
Keberadaan bunga-bunga tersebut mengelilingi sisi taman. Baik di taman bermain, sisi kolam ikan dan lokasi taman utama dengan kumpulan bunga paling banyak. Dari semua sisi taman, tentu lokasi taman utama yang paling menarik pengunjung.
 
Di sana terdapat bangku taman lengkap dengan ayunan. Di sekeliling taman berjejer rapi bunga-bunga dengan berbagai jenis. Belum lagi, kala sore hari keindahan bunga-bunga itu menarik sekawanan Kupu-Kupu, Lebah dan Kumbang. Kebanyakan komentar pengunjung taman utama bunga-bunganya hidup. Bila angin berhembus bunga-bunga itu menari searah gerakan angin ke kiri dan ke kanan. Setelah hujan turun pun, wajah bunga tampak lebih segar. Hujan sore ini, memandikan bunga-bunga di taman.
 
Matahari: “Hujannya lumayan deras ya, untung mahkotaku tidak rontok,”
 
Mawar: “Hemm, sok cantik banget kamu matahari, hujan barusan gak terlalu deras, ya hanya gerimis gitu,”
 
Matahari: “Iya bukan sok cantik, sebagai bunga kita harus menjaga mahkota kita dong,”
 
Melati: “Benar apa kata Matahari, Mawar. Menurutku mau hujan atau gerimis, kita harus menjaga mahkota kita. Soalnya kalau rontok kan sia-sia. Nanti kita tidak cantik lagi, terus.. tidak ada kupu-kupu, atau Kumbang yang datang oh..tidak,”
 
Mawar: “Hemm, tidak usah berlebihan seperti itu, di taman ini kan yang paling cantik aku. Secara akulah Sang Mawar lambang cinta. Manusia mencariku untuk kekasih mereka. Aku sangat berjasaa menyatuka hati dua insan. Iya kan?”
 
Matahari: “Okelah, kamu terkenal di kalangan manusia itu karena mitos yang melekat pada dirimu. Tapi setauku manusia saat ini mengenal jenis bunga baru, bunga Bank. Manusia sering mencari jenis bunga itu. Entah itu dari jenis bunga apa?”
 
Melati: “Sudah-sudah jangan berdebat, itu mulai ada manusia berdatangan di taman,”
 
Mawar: “Owh mereka itu sepasang muda-mudi, langganan taman ini. Gawat nih, andai aku punya kaki aku ingin lari dari mereka,”
 
Melati: “Kenapa kamu takut, Mawar?”
 
Mawar: “Meraka yang selalu memetikku, setiap kali kesini pemuda itu memetikku untuk diberikan kepada kekasihnya. Lihatlah bunga-bungaku berkurang, aku tidak lebat lagi,”
 
Matahari: “Haduh, tadi bangga kamu cantik paling dicari manusia,” 
 
Mawar: (Diam)
 
Melati: “Jangan pingsan Mawar, mereka tidak memetikmu. Iya kalau begini seharusnya petugas taman membuat peraturan dilarang merusak tanaman di taman. Aku juga dengar dari tetangga sebelah kelompok bunga mereka porak-poranda oleh anak-anak yang bermain bola di taman.
 
Matahari: “Haduh, manusia itu seringnya merusak keindahan dan ketentraman kita. Eh, Mawar kok kamu masih diam?”
 
Mawar tidak merespon percakapan. Mawar memandang matahari di langit. Sinar matahari masih redup di angkasa, mendung masih menyelimuti langit sore itu. Sementara satu per satu orang datang ke taman. Kondisi basah tidak menyurutkan keinginan mereka, menghabiskan sore di taman itu.
 
Dari arah berlawanan datang seorang laki-laki mendekati Mawar. Mawar meminta angin menolongnya. Seketika angin berhembus. Debu- debu tanah beterbangan, laki-laki itu kelilipan. Dia mengurungkan niatnya memetik Mawar. Dia berbalik arah. Dari kejauhan dia tampak berbincang dengan teman perempuannya. Tak lama, perempuan itu mendekati Si Mawar.
 
Angin: “Manusia ini aku hempas juga tidak?”
 
Mawar: “Tidak usah, perempuan jenis manusia yang lembut. Aku sering disamakan dengan perempuan. Aku menjadi simbol kecantikan dan keindahan perempuan.”
 
Perlahan perempuan itu mendekati Si Mawar. Dia biarkan tangannya menyentuh daun, kelopak, hingga mahkota mawar. Dia mencium mahkota Mawar. Hening. Tujuh detik saja perempuan itu menghirup wangi mawar. Tangan kanan perempuan itu beralih menjamah tangkai mawar. Dan..
 
Mawar: “Tidak!”
 
Melati: “Sudah tidak perlu ditangisi, kamu relakan bungamu untuknya. Pengorbananmu tidak sia-sia. Bungamu bisa membuatnya bahagia. Lihat saja dia tersenyum, mendapat bungamu.”
 
Matahari: “Benar kata Melati, ini juga habis hujan kelopakmu akan mekar, mahkota yang baru. Patah satu tumbuh seribu, itu kata manusia.”
 
Mawar: “Bukan itu, masalahnya aku sudah janjian sama Kupu-Kupu sore ini. Dia akan mengenalkanku dengan sahabatnya dari luar negeri. Kalau bungaku sedikit seperti ini, aku takut sahabatnya tidak mau berkenalan denganku.”
 
Melati: “Hahaha, berarti Kupu-Kupu bule itu jatahku.”
 
Mawar: “Ihh, sebel!”
Matahari: “Haduh, kalian ini para bunga berebut Kupu-Kupu. Tidak perlu mencemaskan soal Kupu-Kupu yang namanya rezeki, jodoh, mati sudah diatur sama Tuhan Yang Maha Kuasa. Seyogyanya kita..
 
Belum sempat Si Matahari menyelesaikan nasehatnya. Kedua jenis bunga itu sudah ternganga melihat sosok Kupu-Kupu biru dan Kupu-Kupu taman. Mereka terbang mendekati kerumunan bunga itu.
 
Kupu-Kupu taman: Hallo, Kak Mawar ini aku tunaikan janjiku membawa sahabatku dari Inggris, Kupu-Kupu biru.”
 
Si Mawar dan Melati masih tergagap, melihat penampakan di hadapannya.
 
Matahari: “Oh, Kupu-Kupu biru ini, yang diceritakan Si Mawar. Hallo, salam kenal Kupu-Kupu biru, aku Matahari jenis bunga terbaik di Indonesia..”
 
Kupu-Kupu Biru: “Salam kenal Matahari. Aku berasal dari Inggris,” jawabnya singkat.
 
Matahari: “Warna sayap birumu sangat indah, kenapa sayapmu bisa biru?”
 
Kupu-Kupu Biru: “Ada ratusan spesies Kupu-Kupu di dunia ini. Dua di antaranya bersayap biru yaitu Polymmatus Bellargus dari Inggris dan Morpho Rhetenor Helena dari Amerika Selatan. Aku termasuk Kupu-Kupu Polymmatus Bellargus. Aku jenis yang langka di dunia ini.”
 
Mawar: “Cantik sekali sayapmu, Kupu-Kupu Polymmatus Bella.."
 
Melati: “Polymmatus Bellargus.. haha, lidahmu kurang kursus Bahasa Inggris,”
 
Kupu-Kupu Biru: “Hehe, bunga-bunga negara tropis suka bercanda ya. Kamu bunga Mawar lambang patah hati itu ya? Dan kamu Melati lambang kesucian. Bolehkah aku mencium mahkotamu?”
 
Kupu-Kupu Biru terbang mendekati si Mawar.
 
Kupu-Kupu Taman: “Ckck, bule jenis manusia atau jenis Kupu-Kupu sama saja wataknya.”
 
Tanpa disadari dari semak-semak sekelompok manusia mengintai. Mereka membawa jaring untuk menangkap Kupu-Kupu Biru.
 
“Happ!”
 
Kupu-Kupu Biru tertangkap. Kelompak manusia itu adalah Zoologist peneliti Kupu-Kupu dari kampus kota. Mereka sengaja membawa Kupu-Kupu Biru dari Inggris untuk diteliti di Indonesia. Seekor Kupu-Kupu Biru lepas dari pengamanan laboratorium kemarin. Salah seorang melihatnya terbang menuju taman kota.
 
Cilacap, 23 Oktober 2016 
 
 
 
Winda Efanur FS, seorang alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menyukai dunia sastra terutama puisi. Baginya sastra adala media untuk mengaktualisasika ide dan sarana mengedukasi pembaca. Email: efanurw@gmail.com
 

Terkini