Tangani Kasus Kejahatan Anak, Riau Butuh Rp5 Miliar

Tangani Kasus Kejahatan Anak, Riau Butuh Rp5 Miliar

PEKANBARU - Kantor Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Riau membutuhkan Rp5 miliar anggaran operasional untuk menangani kasus tindak kejahatan terhadap anak dan perempuan di daerah itu.

"Kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak di daerah ini cukup banyak, namun diyakini belum bisa tertangani lebih banyak lagi karena terkendala anggaran dan SDM yang tidak mencukupi," kata Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tengku Syoib SH di Pekanbaru, Rabu (15/8/2018).

Menurut Tengku Syoib, anggaran sebesar Rp5 miliar itu antara lain dibutuhkan untuk membiayai operasional kunjungan ke lapangan, biaya saksi, pendampingan korban, kampanye ke sekolah-sekolah, cetak brosur, kalender, iklan layanan, kegiatan sosialisasi, penguatan pembentukan Kantor P2TP2A Kabupaten dan lainnya.

Ia mengatakan, alokasi anggaran untuk kantor P2TP2A Riau tahun 2018 hanya Rp200 juta dari APBD Provinsi Riau sehingga sulit memaksimalkan pelayanan, apalagi dalam pengadaan SDM yang akan melakukan pendampingan dan pencatatan pengaduan.

"Kini untuk mengatasi kekurangan SDM, kita dibantu antara lain oleh tujuh mahasiswa magang dari Universitas Riau fakultas Psikologi dan Kriminalogi selama dua bulan," katanya.

Namun demikian tentunya keberadaan mereka untuk jangka panjang dan kelanjutan program pelayanan akan sulit dilakukan dan tidak akan maksimal sehingga penambahan SDM ASN baru juga perlu segera dipenuhi.

Selain itu, keterbatasan sarana transportasi, kata Tengku Syoib menyebutkan, cenderung menyulitkan P2TP2A untuk melakukan kunjungan ke lapangan, dan mengamankan korban, selama ini masih menggunakan kendaraan pribadi ASN.  

Ia menyontohkan, untuk mengunjungi korban dan memberikan pendampingan ke Desa Pujut, Desa Simpang Kanan,  Desa Kubu, Rohil,  Desa Bunut Pelalawan dan desa-desa di Pulau Rupat yang terisolasi sangat membutuhkan sarana transportasi yang memadai.

Apalagi daerah ini minim sosialisasi, pengetahuan masyarakatnya  yang masih rendah, tentang upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak, sehingga berpotensi sulitnya penanganan cepat dan pendampingan korban kejahatan terhadap mereka di daerah tersebut.

"Oleh karena itu harapan kita tumpangkan pada Gubernur Riau terpilih Oktober 2018- Oktober 2023 yakni Syamsuar, untuk bisa lebih mengalokasikan anggaran bagi Kantor UPT P2TP2A Riau, sehingga pendampingan pada perempuan dan anak akan bisa lebih cepat tertangani," katanya.

Kantor UPT P2TP2A Riau merekap per 31 Juli 2018  sebanyak 87 kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak dengan jumlah kasus tertinggi berasal dari Kota Pekanbaru.

Untuk Kota Pekanbaru tercatat sebanyak 45 kasus terdiri atas KDRT 19 kasus, kejahatan seksual 8 kasus, hak asuh anak 8 kasus, kekerasan psikis 2 kasus, pendidan anak 2 kasus,  kekerasan fisik  satu kasus, dan pidana murni 4 kasus.

Dari Kota Dumai sebanyak satu kasus yakni kejahatan seksual, untuk Kabupaten Bengkalis sebanyak 8 kejahatan seksual. Untuk Kabupaten Inderagiri Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Siak dan Kabupaten Kepulauan Meranti  dan Kabupaten Indergiri Hulu nol kasus. Kabupaten Kampar  sebanyak enam kasus terdiri atas empat kasus KDRT, 1 hak asuh anak, dan 1 hak pendidikan anak.

Selain itu dari Kabupaten Kuansing  sebanyak 4 kasus  terdiri atas kejahtaan seksual  satu kasus, dan kenakalan remaja tiga kasus. Kabupaten Pelalawan sebanyak 5 kasus kejahatan seksual. Kabupaten Rokan Hilir sebanyak  12 kasus terdiri atas KDRT satu kasus, kejahatan seksual  sembilan kasus, penganiayaan satu kasus, pidana murni satu kasus.

Sedangkan kasus yang diadukan dari dari daerah lain sebanyak enam kasus, yakni dua KDRT, hak asuh anak dua kasus,  traficking satu kasus dan kekerasan psikis satu kasus.


Berita Lainnya

Index
Galeri