JAKARTA - Turki telah memulai referendum pada Ahad (16/4/2017) waktu setempat untuk menentukan kekuasaan Presiden Tayyip Erdogan yang dapat mengubah sistem politik Negara Dua Benua tersebut. Sebanyak lebih dari 55 juta pemilih akan mulai memberikan suara mulai hari ini.
Melansir Reuters, puluhan juta warga Turki tersebut akan mendatangi lebih dari 167 ribu Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang menyebar di seluruh negeri.
Pemungutan suara sendiri dimulai pada pukul delapan pagi waktu bagian timur Turki, atau pukul 12 Waktu Indonesia Barat, dan ditutup pukul lima sore atau 21 WIB. Warga Turki di luar negeri sudah memberikan suara mereka terlebih dahulu.
Referendum itu membuat rakyat untuk memilih membiarkan kekuasaan eksekutif yang lebih besar pada Erdogan dan membawa sistem pemerintahan menjadi otoriter terpusat pada presiden, atau tidak.
Pada jajak pendapat yang dilakukan sebelumnya, suara dukungan untuk perluasan kekuasaan Erdogan menjadi yang terbanyak. Erdogan sendiri di malam pemilihan memberikan kampanye kepada masyarakat Turki untuk datang ke TPS hari ini.
“16 April akan jadi titik balik politik Turki. Setiap suara yang Anda berikan esok akan jadi landasan kebangkitan Turki,” kata Erdogan saat berpidato di depan pendukungnya.
“Hanya tersisa hitungan jam. Panggil semua teman, keluarga, kenalan, dan semua orang untuk datang ke TPS,” lanjutnya. Referendum telah membuat rakyat Turki ‘terbelah’. Erdogan dan pendukungnya mengatakan konstitusi negara tersebut membutuhkan perubahan.
Konstitusi yang saat ini berlaku disebut tidak lagi sanggup menghadapi tantangan keamanan dan politik Turki, selain itu amandemen diperlukan guna menghindari pemerintahan yang rapuh seperti pada masa lalu.
Sedangkan massa yang kontra berpendapat amandemen tersebut merupakan selangkah menuju sistem otoriter. Sebelumnya, sebanyak 40 ribu orang ditangkap dan 120 ribu telah dipecat dari pekerjaannya setelah upaya kudeta gagal dilakukan pada Juli lalu.
Bila hasil referendum yang dilakukan hari ini menyatakan ‘Ya’ pada perluasan kekuasaan Erdogan, maka sistem pemerintahan yang baru akan menghapus Perdana Menteri dan memusatkan seluruh birokrasi ekskutif di bawah kekuasaan presiden.
Melansir AFP, sistem baru ini juga memungkinkan Erdogan menunjuk langsung menterinya. Sistem baru tersebut akan mulai berlaku pada November 2019 mendatang. Bila kembali didukung dari referendum, Erdogan yang menjadi presiden pada 2014 lalu dapat kembali memimpin Turki untuk dua kali periode.
Erdogan sebelum menjadi presiden pada 2014, menjabat sebagai perdana menteri Turki pada 2003. (max/cnn)