Opini

Tempelan Aspal Kota Metropolitanku Berlubang Lagi

Tempelan Aspal Kota Metropolitanku Berlubang Lagi
Jufri Hardianto Zulfan.
Oleh: Jufri Hardianto Zulfan
 
SUDAH ratusan hari, tahunan bahkan hingga di penghujung tahun 2016 saat ini, masih saja tetap seperti itu seperti kota tidak bertuan, terasa disiksa di jalanan kota tempat tinggal sendiri, kota yang dicintai, itulah kira-kira pemikiran dan perasaan yang berkecamuk di dalam diri masyarakat Kota Pekanbaru, khususnya warga masyarakat yang tinggal di sekitar jalan Garuda Sakti Pekanbaru, disebabkan jalan yang rusak ditambah dengan lubang-lubang yang sudah memasuki fase mengkhawatirkana dan membahayakan para pengguna jalan. Jalan aspal yang diharapkan menjadi penunjang perekonomian warga dalam membangun ekonomi rumah tangga berada pada titik kekhawatiran dan saat ini harapan itu berada di ujung kebijakan pemerintah setempat yang telah diamanahkan untuk membangun Kota Pekanbaru yang lebih baik.
 
Jalan yang berada dekat dengan Kampus UIN Sultan Syarif Kasim itu memang benar telah beberapa kali dilakukan perbaikan, namun yang menjadi tanda tanya adalah perbaikan yang dilakukan seperti perbuatan “bercanda” yang diakukan oleh pihak-pihak terkait. Pasalnya, perbaikan yang diakukan oleh pemerintah tidak memiliki batasan maksimum dan minimum mengenai ketahanan aspal ini dan dapat kita buktikan bahwa jalan tersebut dapat dengan mudah kembali rusak. Kerusakan ini semakin parah dan akan semakin parah jika perbaikan masih saja tidak dilakukan dengan serius. Ada beberapa aspek yang membuat penulis menilai kebijakan perbaikan dan pembangunan jalan yang dilakukan oleh pemerintah setempat belum maksimal, di antaranya:
 
a. Kurangnya keseriuasan dalam perbaikan infrastruktur (terkait juga suprastruktur) dan kebijakan; selama ini penilaian kinerja implementasi kebijakan oleh pemerintah semestinya tidak hanya dilihat dari aspek output saja, tetapi juga perlu dilihat dari segi outcome, sebab dengan hanya melihat output-nya saja pemerintah tidak akan mendapatkan gambaran secara jelas apakah implementasi berbagai program pembangunan tersebut dapat mencapai tujuan kebijakan yang telah dicanangkan atau tidak, keseriusan dan niat yang benar-benar mulia untuk kebaikan masyarakat itu dapat kita lihat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat. 
 
b. Kurangnya analisa dalam perencanaan; dalam hal ini kita dapat melihat dalam teori studi hukum kebijakan publik, yaitu teori Ex-post Evaluation menjelaskan, kegiatan untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program mampu untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, evaluasi ini dilakukan setelah kebijakan selesai diimplementasikan, tujuan evaluasi ini untuk mengetahui apakah terjadi perubahan kondisi kelompok sasaran antara sebelum dan sesudah kebijakan program diimplementasikan dalam hal ini pemerintah harus juga memperhatikan pembangunan jalan dan juga hal-hal yang berkaitan dengan jalan yang dibangun, seperti pembangunan parit atau selokan di bahu jalan tersebut. 
 
c. Ketahanan  dan kualitas aspal yang tidak tepat dan buruk, pengalaman silam yang telah terjadi berulang-ulang semestinya bisa menjadi cambukan untuk pemerintah agar perbaikan-perbaikan yang dilakukan dapat lebih baik, mengenai ketahanan aspal dapat saja pemerintah untuk lebih memperhatikan komposisi bahan-bahan pembuatan aspal tersebut dan mengawasi prosesnya karena di antara komposisi bahan-bahan pembuatan ataupun perbaikan jalan dan pengawasan pada perbaikan tersebut merupakan awal dari pencegahan tindakan-tindakan yang merugikan, seperti halnya pengkorupsian bahan-bahan pokok pembuatannya.
 
d. Kurangnya memahami terkait kondisi masyarakat setempat; Kondisi masyarakat perkotaan adalah berstatus “padat”, baik padat pemukiman maupun padat dari segi jumlah penduduk dan ini memang sudah diketahui oleh khlayak umum, dan pemandangan ini merupakan sinyal untuk pemerintah bahwa pembangun ini merupakan yang berada di area padat penduduk sehingga pembangunan tidak bisa diakukan secara berulang-ulang namun menerapkan metode pembanguan yang berjangka panjang dikarenakan sulitnya dilakukan pembangunan ulang terkait yang hal yang disebutkan di atas. 
 
Pemerintah tidak dapat mengelak lagi dan beralasan kalau pendanaan mengenai hal semacam itu telah habis atau tidak ada anggaranya sama sekali, kita dapat merujuk pada konstitusi kita mengenai anggaran keuangan yang sebenarnya memang untuk masyarakat, Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
 
Lebih dari itu, Provinsi Riau merupakan jajaran provinsi terkaya di negeri ini dengan sumber alam dan potensi yang dianugrahkan tuhan untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 juga menyebutkan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. 
 
Pertanyaanya, apakah mungkin Provinsi Riau yang menyumbang untuk pembangunan negeri ini yang masuk dalam daftar terbanyak dan terbesar sebagai donatur untuk negeri ini, kehabisan dana bahkan atau tidak dapat dana untuk membangun Riau dan bahkan Pekanbaru sebagai ibu kota Provisi Riau itu sendiri? Itulah sebabnya “keheranan dan kebingungan akan muncul jika Provinsi kaya ini miskin dari fasilitas umum dan pembangunan infrastruktur yang buruk” dan sejujurnya kewenangan pengalokasian dana tersebut ada di tangan pemerintah.
 
Dari beberapa poin di atas sebenarnya telah jelas bahwa, pemerintah Kota Pekanbaru memiliki wewenang penuh untuk melakukan perbaikan atas jalan tersebut dan masyarakat tidak mungkin harus menunggu bantuan dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk dan hal jalan tersebut, namun inilah yang seharusnya menjadi bahan pemikiran pemerintah untuk segera melakukan perbaikan dengan serius dan benar-benar mengerjakannya berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. 
 
Kesimpangsiauran perbaikan jalan tersebut dapat terlihat dari kualitas aspal yang buruk, oleh sebab itu sudah selayaknya masyarakat Kota Pekanbaru terbebas dari tempalan aspal yang kembali berlubang seperti halnya penyakit yang telah terobati kembali dan datang, sehingga harapan penulis dan masyarakat umum semoga perbaikan ke depannya sejalan dengan aktivitas perekonomian masyarakat setempat dan keselamatan pengedara bisa aman dan berjalan dengan baik. *
 
 
Jufri Hardianto Zulfan, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau.
 


Berita Lainnya

Index
Galeri