PEKANBARU - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru berhasil mengamankan dua orang yang terlibat dalam kepemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi. Kedua pelaku ditangkap di dua lokasi berbeda pada Jumat (1/8/2025).
Kasatreskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Bery Juana Putra, menjelaskan bahwa penangkapan pertama dilakukan sekitar pukul 16.00 WIB, setelah polisi mendeteksi aktivitas jual beli satwa liar melalui media sosial. Tim kemudian melakukan penyamaran dan menyepakati transaksi senilai Rp1 juta dengan pelaku.
“Pelaku ditangkap di kawasan MTQ saat membawa tiga ekor kucing hutan. Satwa ini termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi,” ungkap Kompol Bery dalam konferensi pers, Senin (4/8/2025).
Dari hasil pemeriksaan, pelaku mengaku mendapatkan satwa tersebut dari hutan di wilayah Kampar Kiri dan menjualnya demi keuntungan pribadi.
Masih di hari yang sama, sekitar pukul 11.30 WIB, Satreskrim juga menangkap seorang pria berinisial B alias Budi di Perumahan Villa Permata Paus, Pekanbaru. Pelaku kedapatan memelihara satu ekor siamang dalam kondisi terikat tanpa izin resmi.
“Memelihara satwa dilindungi tanpa izin adalah pelanggaran hukum. Ini termasuk tindakan memiliki, menyimpan, dan memelihara satwa liar secara ilegal,” tegas Kompol Bery.
Kedua pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta.
Penindakan ini mendapat apresiasi dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau. Perwakilan BBKSDA, Jaya Sitorus, mengimbau masyarakat untuk tidak memelihara atau memperjualbelikan satwa dilindungi.
“Kami mengapresiasi langkah cepat Polresta Pekanbaru. Tindakan memelihara dan memperdagangkan satwa dilindungi bertentangan dengan hukum. Mari bersama jaga kelestarian satwa liar di sekitar kita,” ujar Jaya.
Menurut Jaya, satwa-satwa yang berhasil diamankan akan menjalani masa observasi terlebih dahulu sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya.
“Untuk kucing hutan yang masih membutuhkan susu, akan kami rawat lebih dulu. Sementara siamang yang kondisinya jinak juga perlu observasi lebih lanjut sebelum dilepasliarkan,” pungkasnya.

