Tito Karnavian Calon Tunggal Kapolri, Bagaimana Nasib Budi Gunawan?

Tito Karnavian Calon Tunggal Kapolri, Bagaimana Nasib Budi Gunawan?
Budi Gunawan
JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Tito Karnavian menjadi calon tunggal menggantikan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Presiden Joko Widodo sudah melayangkan surat pengajuan Tito itu ke parlemen, Rabu (15/6/2016). Lantas bagaimana nasib Wakapolri Komjen Budi Gunawan yang telah terlebih dahulu mendapat "kapling" untuk kursi Kapolri?
 
Budi Gunawan yang lazim disapa BG, sesungguhnya sudah mengantongi tiket tunggal untuk menjadi orang nomor satu di Korps Bhayangkara. BG telah lolos dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri di Komisi III DPR pada awal 2015 lalu.
 
Tak hanya lolos, bahkan persetujuan atas BG sebagai Kapolri saat itu, dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan. Dari sepuluh fraksi di parlemen, hanya Demokrat yang menolak pengesahan BG sebagai Kapolri, dan meminta proses paripurna terkait Budi tak dilanjutkan. Sembilan fraksi lainnya secara bulat mendukung BG menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman.
 
Dalih Demokrat ketika itu yakni karena BG berstatus sebagai seorang tersangka korupsi sehingga dipandang tak pantas untuk menjadi Kapolri. Namun pada akhirnya status tersangka BG dicabut menyusul dikabulkannya gugatan praperadilan BG terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
 
Sebelum hari ini menyampaikan nama Tito sebagai calon tunggal Kapolri, sebagian kalangan termasuk Komisi Hukum DPR sudah mengingatkan Presiden Jokowi terkait pernah mengajukan BG ke DPR, dan parlemen pun menyetujui bahkan sudah akan menetapkan di paripurna.
 
“Budi Gunawan dulu itu sudah diajukan oleh Jokowi ke DPR sebagai Kapolri tapi karena diduga terlibat kasus rekening gendut maka jadi terjegal, namun kemudian tidak terbukti oleh KPK,” tutur anggota Komisi III DPR Romo HR Muhammad Syafi’i kepada CNNIndonesia.com baru-baru ini menanggapi calon kapolri baru. 
 
Menurut politikus Partai Gerindra, dengan BG waktu itu juga sudah disetujui oleh DPR maka selayaknya Jokowi mengangkat dan melantik BG. "Bagaimana kalau bukan BG yang dilantik." 
 
Presiden juga diminta untuk tidak terlalu mendengar pihak-pihak tertentu yang sekiranya dapat mengganggu keputusan Jokowi yang menyangkut hal-hal strategis. 
 
“Jokowi jangan mendengar omongan sana-sini yang belum tentu kebenarannya,” ujar anggota Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra itu. “Presiden punya hak prerogratif,” ucap dia. (max/cnn)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri