JAKARTA - Pelaksanaan ibadah haji tahun ini di Arab Saudi tidak akan diikuti oleh warga Muslim asal Iran. Hal ini terjadi di tengah ketegangan diplomatik kedua negara akibat eksekusi mati ulama Syiah awal tahun ini serta konflik di Timur Tengah.
Menurut kantor berita Iran, IRNA yang dikutip Reuters, Kamis (12/5/2016), Saudi dan Iran tidak mencapai kesepakatan soal penyelenggaraan ibadah haji menyusul putusnya hubungan diplomatik kedua negara. Menteri Budaya dan Bimbingan Islam Iran Ali Jannati.
"Tidak ada kesepakatan yang disetuju dan sekarang sudah terlambat," kata Jannati yang menyalahkan Saudi atas hal ini.
Menurut Jannati, pemerintah Saudi menolak proposal mereka soal "keamanan, transportasi dan penerbitan visa bagi jemaah haji asal Iran."
Sejak hubungan diplomatik kedua negara terputus awal tahun ini, pihak Saudi mengatakan bahwa Iran harus mendaftarkan jemaah haji mereka melalui kedutaan besar Arab Saudi di negara lain. Sementara Iran meminta agar jemaah haji mereka didaftarkan melalui Kedutaan Besar Swiss di Teheran, yang selama ini mengurusi kepentingan Saudi di Iran sejak pemerintah Riyadh menutup kantor perwakilan.
Menurut Jannati, hal inilah yang membuat perundingan mandek. "Pemerintah Saudi mengatakan jemaah haji Iran harus mendapatkan visa Saudi melalui negara ketiga karena perwakilan Riyadh ditutup di Iran," kata Jannati.
Jannati juga mengatakan bahwa mereka "khawatir akan keamanan jemaah asal Iran selama pelaksaan ibadah haji" dan pembicaraan mengenai hal ini masih berlanjut. Kekhawatiran ini muncul menyusul insiden haji tahun lalu, saat itu lebih dari 2.000 jemaah tewas dalam tragedi di Mina, lebih dari 400 korban adalah warga Iran. Data resmi dari Saudi menunjukkan korban tewas lebih dari 700 orang.
Kementerian Haji Arab Saudi dalam pernyataannya mengatakan bahwa Iran "menolak menandatangani perjanjian sebagai finalisasi persiapan haji tahun ini dan memaksakan kehendak mereka" dalam pertemuan pada bulan lalu.
Diberitakan Al Arabiya, Saudi juga mengatakan bahwa mereka menyambut semua Muslim "dari seluruh negara-negara Arab dan Islam, negara dengan Muslim minoritas, di dunia untuk pergi haji". Saudi menegaskan, pemerintah Iran adalah pihak yang bertanggung jawab jika warganya tidak bisa menunaikan ibadah yang merupakan salah satu dari lima rukun Islam tersebut.
"Negara yang melarang hak warganya [untuk menunaikan haji] akan mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan Tuhan dan seluruh dunia," ujar pernyataan Saudi.
Perkara haji ini adalah satu dampak dari memburuknya hubungan diplomatik Saudi-Iran. Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran setelah muncul gelombang protes awal tahun ini usai eksekusi mati ulama Syiah atas kasus terorisme. Protes berujung anarki dengan penyerangan Kedubes Saudi di Teheran.
Pemerintah Presiden Iran Hassan Rouhani membantah terlibat dalam protes tersebut, mengatakan bahwa kekerasan itu dilakukan oleh pihak lain.
Arab Saudi juga bersitegang dengan Iran dalam konflik Timur Tengah. Saudi yang memegang paham Sunni menuding Iran sebagai negara Syiah telah memicu konflik sektarian dengan mendukung pemberontak Houthi di Yaman dan rezim Bashar al-Assad di Suriah.
Saudi juga berang atas tudingan buruknya perencanaan haji oleh Iran terkait tragedi di Mina dan jatuhnya crane di Masjidl Haram yang menewaskan lebih dari 100 orang. Iran mendesak agar pelaksanaan haji dilakukan oleh badan independen, bukan oleh Saudi. Desakan ini diacuhkan oleh pemerintah Saudi.
Ini bukan kali pertama warga Iran tidak mengikuti ibadah haji. Tahun 1988 dan 1989 Iran juga tidak mengirim jemaah haji sebagai protes atas tewasnya 402 jemaah Iran dalam kerusuhan dalam pelaksanaan haji tahun 1987. Saat itu, jemaah haji Iran memicu kerusuhan dengan menggelar demonstrasi menentang pemerintahan Kerajaan Saudi. Iran menuding polisi Saudi menembaki warga mereka dengan senapan mesin.
Boikot haji oleh Iran kala itu juga terjadi di tengah memburuknya hubungan diplomatik. Saudi saat itu mengecam Iran yang kerap memicu kekerasan di Timur Tengah dan penyerangan kapal di Teluk Persia. (max/cnn)