Kalau Ada Laporan dari Kemendikbud, Kemenkominfo Akan Blokir Game Online

Kalau Ada Laporan dari Kemendikbud, Kemenkominfo Akan Blokir Game Online
Ilustrasi.
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku belum ada pengaduan atau permintaan blokir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait adanya sejumlah game mengandung kekerasan, yang dinilai berbahaya bagi anak-anak.
 
Lantaran itu juga, Kemkominfo hingga saat ini belum dapat menindaklanjuti apakah akan memblokir atau tetap membiarkan game online tersebut tetap ada.
 
"Saya sudah cek di tim trust positif Kominfo ternyata belum ada pengaduan atau permintaan blokir dari Kemdikbud terkait sejumlah game online tersebut," kata Kepala Humas dan Pusat Informasi Kemenkominfo Ismail Cawidu seperti dilansir Republika.co.id, Minggu (24/4/2016).
 
Menurutnya sesuai mekanisme, pengaduan dari Kemendikbud diperlukan, karena dinilai lebih kompeten menilai dampak negatif dari game online tersebut. Sehingga kata Cawidu, pihak Kemkominfo bisa menindaklanjutinya menuju proses pemblokiran.
 
Setelah ada pengaduan dari Kemendikbud, Kemkominfo terlebih dahulu membawa aduan tersebut ke panel khusus yang membidangi masalah anak. Nantinya dalam panel yang terdiri dari sejumlah akademisi dan perwakilan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan dibahas mengenai aduan tersebut.
 
"Nah dari tim panel yang akan merekomendasi ke Menteri (Kominfo) apakah diblokir atau tidak," katanya.
 
Sebanyak 15 game sebagaimana dikutip dalam laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id dinyatakan mengandung kekerasan dan berbahaya bagi anak-anak.
 
Sejumlah game tersebut antara lain World of Warcraft, Grand Theft Auto (GTA), Call of Duty, Point Blank, Cross Fire, War Rock, Counter Strike, Mortal Combat, Future Cop, Carmageddon, Shelshock, Raising Force, Atlantica, Conflict, dan VietnamBully.
 
Hal ini berdampak pada anak sebagaimana penelitian Iowa State University Amerika Serikat menunjukkan, bermain game yang mengandung kekerasan selama 20 menit saja dapat "mematikan rasa".
 
Menurut Direktur Indonesia Heritage Foundation, Wahyu Farrah Dina, anak akan mudah melakukan kekerasan dan kehilangan empati kepada orang lain. (ade/rol)
 


Berita Lainnya

Index
Galeri