"Jaga Image Dikitlah"

Ustazah Nella Lucky S.Fil.I.,M.Hum. (Foto: Istimewa)
Oleh: Ustazah Nella Lucky S.Fil.I.,M.Hum.
 
Sahabat...
 
Setiap kita bercerita dengan rekan sejawat saat sedang bersantai, kita selalu mendengarkan ungkapan keseharian bernada, "jaga image dikitlah." Sehingga tidak sedikit orang-orang yang senantiasa bekerja keras untuk menjaga imagenya di mata orang lain dan dengan ukuran 'baik' menurut orang lain.
 
Ia memaksakan dirinya agar dipandang indah di mata orang lain. Ia merekayasa penampilannya seindah mungkin agar dipandang indah di mata orang lain, merekayasa kondisi keluarga, cara bicara, gesture dan lain sebagainya dengan alasan ingin menjaga image di mata orang lain.
 
Sahabatkau...
 
Ketika kita berharap bahwa dunia dan seisinya berpihak pada kita, harapan agar semua orang memandang kita dengan kacamata positif, berharap agar orang lain melihat image kita bagus, maka pada saat itulah kita telah memesan kunci derita untuk diri agar kita terkurung di dalam label-label yang disematkan orang lain.
 
Saat kita selalu ingin dipandang indah di mata orang lain, saat kita ingin selalu kekurangan tak dilihat oleh orang lain, saat kita senantiasa menyembunyikan segala kelemahan agar dipandang kuat di mata orang lain, saat itulah kita telah memesan tiket derita sepanjang hidup kita.
 
Betapa banyak orang yang merubah dirinya demi image yang baik di mata orang lain. Problematikanya adalah, Mungkinkah semua orang akan berpihak pada kita? Mungkinkan kita bisa memenuhi standar fikir orang lain agar kita baik di mata mereka?
 
Tidaklah mungkin kita bisa memenuhi keinginan indah dan baik perspektif orang lain. Karena bisa jadi keindahan pada satu komunitas, keburukan pada komunitas lain. Maka kita tidak akan mampu memenuhi keinginan dan image positif di bawah kacamata orang lain.
 
Marilah kita saksikan, betapa banyak orang yang terjebak kepada label-label semu agar dikatakan indah, berilmu, serta memiliki kemapanan hidup? Betapa banyak orang yang rela mengebiri kebahagiaan yang sesungguhnya meraih tahta image yang baik di mata manusia?
 
Kita ambil sebuah contoh, betapa banyak manusia yang memaksakan diri untuk dikatakan layak dan mapan dalam materi? Sehingga ia memaksakan miliki benda-benda dengan anggapan barang dan benda ini akan menaikkan levelnya di mata masyarakat. Terkadang untuk menggapai ini, ia menihilkan proses. Ia menjalani proses yang buruk dan dimurkai Allah untuk mendapatkan predikat levelitas yang baik di mata manusia.
 
Sahabatku...
 
Bersikap apa adanya dalam segala kelebihan diri dan kelemahan diri adalah kebahagiaan sejati. Saat orang lain sudah tidak lagi menjadi ukuran harga diri, saat orang lain tidak lagi menjadi barometer predikat diri, saat itulah kebahagiaan sejati akan didapati.
 
Begitu pula barometer dalam pengetahuan.
 
Sebaik-baiknya orang yang berilmu adalah orang yang semakin berilmu, semakin ia merasa tidak tahu, semakin rendahlah hatinya. Filosofi padi ia gunakan, semakin banyak ilmu, semakin ia merasa banyak tidak mengetahui, ia telah tahu bahwa tidak ada apa-apa pada dirinya, hingga semakin banyak ilmu, semakin ia tidak lagi mengejar labelitas.
 
Betapa banyak orang yang berilmu, lalu dengan ilmunya yang sedikit, ia ingin terkesan seakan-akan ia adalah orang yang berilmu di mata orang lain, padahal tidak banyak yang ia ketahui. Namun karena penghargaan orang yang ia dapati, penampilan yang tampan lagi gagah, dan tutur kata yang baik ia dianggap orang yang berilmu.
 
Sahabatku, sebaik-baiknya manusia adalah yang bersikap dan bertindak bukan karena image labelitas melainkan bertindak mengejar kualitas.
 
Lalu bagaimana seharusnya?
 
Hiduplah dengan bahagia. Orang yang berbahagia tidak akan pernah menyandarkan kemapanan, kehebatan, dirinya, dengan cara pandang orang lain. Lalu cara pandang siapakah yang harus kita kejar?
 
Orang yang beriman akan menjaga imagenya di mata Allah, bukan di mata manusia. Ia akan berkata, "biarkan saja saya begini di mata manusia, namun yang penting Allah mencintai saya."
 
Orang yang telah mencintai Allah selama hatinya tidak akan pernah mengejar image di mata manusia. Karena ia tahu Allah-lah satu-satunya yang harus mengatakan ia baik atau buruk. Baik di mata Allah namun buruk di mata manusia, tidak akan menyulutkan semangatnya. Karena ia tahu Allah tempat kembalinya.
 
Mari mulai bergerak dalam mengejar predikat baik di mata Allah, bukan sekedar di mata manusia.
 
Wallahua'lam
 


Berita Lainnya

Index
Galeri