Berbaik Sangka pada Kejahatan

Berbaik Sangka pada Kejahatan
Ustazah Nella Lucky S.Fil.I.,M.Hum. (Foto: Istimewa)
Oleh: Ustazah Nella Lucky S.Fil.I.,M.Hum.
 
Kita selalu berbaik sangka pada kebaikan. Namun lupa berbaik sangka pada kejahatan.
 
Kita selalu memuja dan memuji kebenaran sesuai dengan persepsi 'benar' menurut kita. Namun kita lupa memahami kesalahan.
 
Kita selalu merindukan kebenaran namun lupa menghargai kesalahan.
 
Betapa beruntungnya Allah masih memperlihatkan kejahatan di depan mata menunjukkan bahwa tugas baru akan ada. 
Betapa beruntungnya Allah masih menunjukkan kejahatan karena itu pertanda Allah merasa kita masih berguna.
Betapa beruntungnya kita, jika Allah masih menampakkan kejahatan yang nyata karena itu menunjukkan bahwa tugas kita semakin bernada.
 
Berbaik sangka pada sifat, sikap dan karakter sang penyandang kemaksiatan adalah antisepstik yang harus dimiliki para pengemban dakwah.
 
Bukanlah seorang pengemban dakwah jika hanya memberi label kejatahan tanpa mengganti dengan label kebaikan.
 
Justifikasi dan judgment selalu tertuju pada kejahatan. Tidakkah kita tahu bahwa betapa banyak para pelaku kejahatan kembali kepada kebenaran setelah ia mendapatkan kebenaran yang nyata?
 
Tidakkah kita mampu berbaik sangka pada pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan hanya karena mereka belum tahu, atau mungkin karena mereka tidak diberi tahu?
 
Lalu siapa yang salah? Bukanlah seutuhnya mereka yang salah. Bisa jadi yang salah adalah orang-orang baik yang ada di tengah mereka. Kenapa orang baik itu? Karena beberapa (tidak semua) orang baik itu selalu merasa kebenaran hanya miliknya dan memberikan label-label jahat pada orang jahat sehingga pada saat itu terjadilah keterpisahan antara baik dan jahat.
 
Seakan-akan orang baik berada di langit dan orang jahat jauh di bawahnya.
 
Saat keterpisahan itu terjadi, saat itulah terpisahnya ilmuan dan orang biasa, agamawan dan duniawan. Maka saat itulah pintu kebenaran dalam dakwah akan jauh tertutup.
 
Tidakkan kita tahu bahwa menginginkan seluruh isi dunia baik dan sesuai dengan kebaikan perspektif kita adalah pertanda bahwa kita orang-orang yang lemah. Adakah Rasulullah menginginkan semua orang menjadi baik? Tidak.
 
Bahkan dalam beberapa hal, Rasul memahami bahwa orang-orang melakukan kejahatan hanya karena mereka belum tahu.
 
Mengabdikan diri untuk memberi tahu pada orang yang belum tahu dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang lebih Allah cintai daripada sekedar memberikan label-label stereotipe yang jelek kepada pelaku kejahatan.
 
"Lemah lembut dan kasih sayang" adalah harga mati dalam dakwah. So, tak ada dakwah dengan sindiran, tak ada dakwah dengan 'tajassus' (memata-matai), tak ada dakwah dengan sengaja menyinggung. Karena 3 hal ini hanya akan membuat para pelaku kejahatan semakin jauh dari kebenaran.
 
Mengapa terkadang dakwah tidak jalan? Karena terlalu banyak orang berilmu merasa dia adalah ahli surga dan orang lain ahli neraka. Bukankah ahli ilmu yang merasa ahli surga harus mengajak semua masuk ke dalam surga?
 
Betapa indahnya dakwah Rasulullah. Saat di dalam sebuah masjid, ada orang Arab Badui yang kencing di masjid lalu Rasul berkata, "mereka begitu karena belum tahu."
 
Saat orang Quraisy menghina Rasul juga berkata, "mereka itu karena belum tahu."
 
Indahnya jika ulama, agamawan serta para da'i memasang persepsi kepada seluruh jamaah dan audiennya yang bisa jadi melakukan maksiat, kemudian ulama itu berkata, "mereka hanya belum tahu dan tugas saya memberi tahu."
 
Indahnya dakwah ketika mampu berbaik sangka pada kejahatan dan meninggalkan justifikasi dan judgment.
 
Tidak ada dakwah seindah dakwah Rasul.
 
Mengajak tanpa memaksa.
Membenarkan tanpa menghakimi.
Merasa benar tanpa menggurui.
Mengatur tanpa menekan.
Membimbing tanpa meninggalkan.
Memberi tahu kesalahan tanpa menyakiti.
Mengintatkan tanpa menyinggung.
 
Jika begini...
Dakwah tidak akan pernah gagal.
 
Wallahua'lam
 


Berita Lainnya

Index
Galeri