Bahaya! Utang BUMN Lampaui Utang Pemerintah, Segini Angkanya

Bahaya! Utang BUMN Lampaui Utang Pemerintah, Segini Angkanya

JAKARTA - Belum selesai permasalahan utang pemerintah sebesar Rp. 4.416 triliun, saat ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjukkan tren kenaikan utang yang bombastis mencapai Rp. 5.271 triliun. BUMN melampaui utang pemerintah.

Direktur Eksekutif Bimata Politica Indonesia (BPI) Panji Nugraha mengatakan, utang-utang ini membuktikan Presiden Joko Widodo tidak punya solusi untuk membuat kebijakan tanpa mekanisme utang.

"Terlepas dari justifikasi utang produktif untuk pembangunan, faktanya masih ada proyek-proyek mangkrak yang belum terselesaikan dan molor dari target yang ditentukan. Masalah utamanya utang BUMN pun akan menjadi bom waktu seperti halnya utang pemerintah jika pemerintah gagal bayar bunga utang," tutur Panji, Selasa (11/12).

Panji menambahkan, utang perusahaan plat merah naik 132,92 persen dari Rp. 2.263 triliun pada 2016 menjadi sekitar Rp. 5.271 triliun di tahun 2018. "Ada peningkatan sekitar Rp. 3.000 triliun dalam dua tahun terakhir," terangnya.

Apakah utang BUMN sekian besar dalam kategori aman? Panji menjelaskan justru dapat dikategorikan berbahaya. Pertama, tren pertumbuhan utang BUMN melampui pertumbuhan ekonomi nasional mengundang kekhawatiran. Kedua, rasio utang BUMN terhadap aset saat ini sudah mencapai 67 persen artinya menuju lampu merah.

Ketiga, utang tersebut disumbang oleh 10 BUMN diantaranya tiga paling besar penyumbang utang adalah sektor BUMN perbankan yaitu BRI, Mandiri dan BNI. Padahal berdasarkan kriteria aset, skala usaha serta kompleksitas bisnis, bank-bank BUMN memiliki resiko yang sangat besar karena termasuk kualifikasi beresiko sistemik yang dapat mengguncang perekonomian nasional. "Artinya dapat menjadi indikator krisis nasional jika ada sedikit saja kesulitan finansial," sebut Panji.

Menurutnya, Jokowi perlu bersikap, jangan mengambil resiko besar mempertaruhkan ekonomi nasional untuk pembangunan infrastruktur, apalagi potensi utang membengkak bisa saja terjadi dikarenakan kurs rupiah yang hingga saat ini mengalami pelemahan terhadap dolar AS.

"Jika Jokowi tidak merubah arah kebijakan yang dapat mengamankan perkonomian Indonesia, wajar saja jika banyak pihak termasuk publik menganggap kinerja Jokowi gagal dalam mengelola perekonomian Indonesia khususnya mengembangkan BUMN menjadi landasan dan lokomotif pembangunan ekonomi Indonesia," tutup Panji.


Berita Lainnya

Index
Galeri