Gawat! 7 PTN dan 39 Persen Mahasiswa Indonesia Terpapar Radikalisme

Gawat! 7 PTN dan 39 Persen Mahasiswa Indonesia Terpapar Radikalisme

JAKARTA - Adanya kabar tujuh pergurun tinggi negeri (PTN) yang terpapar radikalisme dibenarkan Badan Intelijen Negara (BIN). Tak hanya itu, sebanyak 39 persen mahasiswa dari 15 provinsi didapati tertarik dengan paham radikal.

Demikian dibenarkan Jurubicara Kepala BIN (KaBIN), Wawan Hari Purwanto kepada wartawan di Jakarta, Minggu (18/11/2018). “Iya benar ada tujuh PTN terpapar radikalisme,” tuturnya.

Kendati demikian, Wawan menegaskan pihaknya tidak bisa membeberkan tujuh PTN dimaksud. Wawan menegaskan, informasi tersebut hanya untuk disampaikan kepada pimpinan universitas tersebut.

“Untuk evaluasi, deteksi dini, dan cegah dini. Tidak untuk konsumsi publik. Guna menghindari hal-hal yang merugikan universitas tersebut,” kata Wawan. Wawan mengungkap, data-data tersebut didapat berdasarkan hasil survei Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat Nahdlatul Ulama (P3M).

“Berbarengan dengan survei 41 masjid di lingkungan pemerintah terpapar radikalisme, sebagai early warning dan ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN,” tambahnya.

Akan tetapi, pihaknya membantah rumor bahwa lembaganya menyuap beberapa ormas kemahasiswaan agar tidak kritis terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. “Isu tersebut tidak benar dan mendiskreditkan pemerintah, dalam hal ini BIN,” tegasnya.

Wawan menekankan, pihaknya sama sekali tak melarang siapun mengkritisi pemerintah yang dinilainya adalah sarana evaluasi untuk kemajuan bangsa. “Tapi kritik harus ada data dan fakta serta diberikan solusi,” ucapnya.

Selama ini, kata Wawan, kritik dan saran terus terjadi dan tidak masalah, sebab ada hak jawab yang diberikan UU secara berimbang (cover both side). “Munculnya berbagai Ormas Relawan adalah kehendak masyarakat untuk berserikat dan berkumpul secara sukarela. Tidak perlu didorong oleh siapapun termasuk BIN, dan itu sah menurut UU,” jelasnya.

Ormas ujar Wawan, bebas menyuarakan sesuatu namun tetap harus bertanggung jawab, bukan hoax, bukan fitnah, sebab mereka dapat terkena sanksi berdasarkan UU ITE. Terkait berbagai deklarasi terjadi di Indonesia adalah tanggung jawab pengurus organisasi yang bersangkutan.

Deklarasi tumbuh atas simpati rakyat berdasar pilihan untuk mendukung Capres-cawapres masing-masing. Tidak ada paksaan dalam menentukan pilihan dukungan tersebut. “Dan BIN membebaskan seluruh Ormas dan warga negara untuk melakukan deklarasi maupun kampanye selama tidak melanggar UU,” tutupnya.

Untuk diketahui, kabar Kepala BIN menyuap sejumlah ormas mahasiswa itu kali pertama dicuitkan mantan anggota DPR RI Joko Edy Abdurrahman melalui akun twitternya. Ia menyebut, ormas tersebut diantaranya PB HMI, PMII, GMNI, GMKI, PMKRI, IMM, Hikmabudhi dan KMHDI yang masing-masing mendapat Rp200 juta per bulan.

Sedangkan Ketua PB mendapat Rp20 juta per bulan. Kabarnya Ormas mahasiswa ini diminta untuk atas nama organisasi agar tidak mengkritisi dan oposan terhadap pemerintahan Jokowi. Minimal sampai Oktober 2019, dan ada penggelontoran dana untuk deklarasi.


Berita Lainnya

Index
Galeri