Empat Tahun Pimpin Indonesia, Ini Program Kerja Jokowi yang Sukses dan yang Gagal

Empat Tahun Pimpin Indonesia, Ini Program Kerja Jokowi yang Sukses dan yang Gagal

JAKARTA - Beberapa hari ke depan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) genap empat tahun memimpin Indonesia. Selama masa pemerintahannya, beberapa program kerja yang pernah digulirkan saat kampanye 2014 belum sepenuhnya diselesaikan. Meski begitu, ada juga beberapa janji kampanye yang sukses dieksekusi mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Direktur Eksekutif Voxpol Cente, Pangi Syarwi Chaniago mencatat, ada beberapa program dan kebijakan Jokowi yang menghasilkan nilai kepuasan tertinggi dan terendah yang dirasakan oleh masyarakat.

Mission Complete

Program Jokowi yang paling terlihat kemajuannya adalah pembangunan infrastruktur. Bisa dilihat, selama masa pemerintahannya, Jokowi banyak meresmikan jalan tol. Selain itu, Jokowi menganggarkan Rp12,5 triliun untuk membangun jembatan dan jalan sepanjang 900 km.

"Pembangunan infrastruktur di era Jokowi ini mendapat nilai positif dan menghasilkan nilai kepuasan publik yang cukup besar," tutur Pangi dalam sebuah diskusi di Cikini, Kamis (18/10/2018).

Yang kedua, Pangi menilai Jokowi mampu membuat citra diri atau personal branding yang dirasa dekat dan menyentuh langsung ke masyarakat. "Personal branding beliau yang dekat dengan rakyat, yang tidak berjarak, beliau mampu turun ke masyarakat itu soal yang paling tinggi. Dilihat dari Pak Jokowi yang dalam satu hari mengunjungi 5 provinsi keliling ke masyarakat," ucap dia.

Selain itu, lanjut Pangi, publik merasa puas dengan Jokowi yang berhasil menyelenggarakan acara internasional dengan sukses, seperti perhelatan Asian Games 2018 dan IMF-World Bank.

"Penyelenggaraan acara besar itu menjadi tren positif terhadap beliau. Itu adalah kepercayaan orang atau trust building beliau karena keberhasilan menyelenggarakan acara internasional," katanya.

Mission Failed

Tak hanya menimbulkan rasa puas, ternyata ada juga program kerja Jokowi yang tidak disukai masyarakat. Pertama, banyak publik memandang penegakkan hukum di era Jokowi kurang memuaskan karena terkesan tebang pilih.

"Kita lihat, adanya kepala daerah yang tersangkut korupsi, kemudian kasus penyiraman novel Baswedan yang masih belum tuntas sampai saat ini membuat publik meragukan upaya penegakkan hukum di Indonesia," ucap Pangi.

Selain itu, Pangi menilai prodiktivitas ekonomi belum berjalan begitu efektif. Padahal, salah satu nawacita Jokowi adalah ingin membangun ekonomi yang mandiri. Namun, saat ini aktivitas ekspor dan impor belum seimbang. 

"Kita ekspor pangan paling besar ke Jepang 13 persen dan China 12 persen. Sementara impor kita tidak berbanding lurus. Impor kita justru banyak dari Cina 18 persen, dan di bawahnya singapura 14 persen. Ini tugas pemerintah bagaimana membuat aktivitas ekspor dan impor menjadi seimbang," sebutnya.

Ketiga, kepuasan rendah lainnya yaitu terhadap manajemen pemerintahan Jokowi yang terkesan tumpang tindih dan kurangnya komunikasi antara pemerintahan dan presiden.

"Kemarin, harga BBM naik tiba-tiba dibatalkan nggak jadi. Ini menunjukkan da kendala komunikasi antara pemerintah dan presiden. Lalu, soal kenaikan tarif listrik yang tidak diinformasikan secara jelas. Ini yang menjadi negatif karena urusannya langsung kepada rakyat," pungkasnya.

Atas dasar itu, Pangi bilang bahwa program kerja yang memiliki nilai kepuasan publiknya rendah tersebut menjadi isu strategis yang dimainkan oleh pihak lawan politik Jokowi menjelang Pemilu 2019.


Berita Lainnya

Index
Galeri